Pernah diterbitkan di
koranburuh.com rubrik Surat Pembaca. Dimuat ulang disini dengan persetujuan
penulis dan untuk tujuan pendidikan.
Oleh Sriyanto, buruh Tangerang
Salam buruh yg melawan!!!
Entah alasan apa yang menginspirasi saya menulis sepenggal
kisah yang saya alami ini kepada redaksi. Apakah saya ingin terkenal? Tidak.
Harapannya adalah dari kisah saya yang tengah mencari 'KEADILAN' ini, barangkali
ada pihak di luar sana yg bisa memberikan 'rute' menuju keadilan itu sendiri.
Nama saya Sriyanto. 28 tahun umur saya. Wonogiri tempat asal
saya. Sejak 2007 bekerja pada sebuah minimarket terkenal, Alfamart, di Cikokol
kota Tangerang. Di awal saya bekerja sampai 3 tahun saya bekerja, saya
nyaman-nyaman saja. Sampai pada saat saya memutuskan untuk masuk dalam sebuah
serikat buruh, perbedaan pelan-pelan saya rasakan. Tindakan diskriminatif dan pressure acap saya rasakan. Sampai pada
2011 saya diskorsing hampir 9 bulan karena alasan yang sama sekali sejatinya bukan
kesalahan saya. Pada bulan Februari 2012, berkat demo di depan gudang kami di Cikokol,
saya pun dipekerjakan kembali.
Tapi kisah saya tidak berhenti di situ, tindakan
diskriminatif masih sering saya terima. Hingga pada puncaknya, Mei 2013 saya di
PHK sepihak oleh managemen Alfamart dengan alasan saya dianggap melanggar
perintah atasan. Ceritanya, pada saat itu tengah berlangsung program promo di
minimarket Alfamart yang bentuknya adalah belanja produk Nestle nominal 100
ribu gratis 1 pc Rinso 900 gram. Versi managemen, mereka membatasi item hadiah
Rinso hanya 12 pc, sementara saya menjual 16 pc dikarenakan saya tidak
mengetahui terkait batasan tersebut. Alhasil, alasan saya tetap tidak mengubah
keputusan managemen Alfamart. Surat PHK tetap keluar per 28 Mei 2013, diikuti
pentransferan nominal rupiah ke rekening bank saya dan disertai tidak
dibayarkannya upah dan hak yang biasa saya terima tiap bulannya terhitung bulan
Juni 2013 sampai tulisan ini saya buat (Agustus. –red).
Dari awal saya menolak PHK itu secara lisan maupun tertulis
dengan mengacu pasal 155 UU 13 2003. Parahnya, managemen Alfamart tetap
menganggap PHK terhadap saya sudah sah secara hukum. Jalur perundingan sudah
saya jalankan baik itu dengan tuntutan dipekerjakan kembali saya dan dibayar
upah saya. Tetapi dari rangkaian bipartit 1, 2, 3 tetap tidak ada hasil. Somasi
juga sempat saya kirim ke pemilik Alfamart tapi tidak ada hasil.
Sedikit menambahkan, saya pengurus di serikat tingkat
pabrik, dan juga pengurus pusat di federasi kami.
3 bulan terakhir adalah masa dimana saya merasa berada di
titik nadir. Antara saya mempertahankan apa yang saya anggap itu sebuah
'perjuangan' ataukah saya harus mundur dengan legowo. Tapi saya sudah terlalu
jauh melangkah. Akhirnya, saya tetap yakin, apa yang dilakukan managemen
Alfamart dalam hal ini tidak membayar upah saya adalah pelanggaran pidana pasal
93 ayat (2) juruf F jo pasal 186 UU 13 2003, berarti di situ saya menilai
kepolisian harus saya libatkan. Benar saja, pada 3 Juni 2014 saya melaporkan
dugaan tindak pidana tersebut ke Mapolres Kota Tangerang. Dan hasilnya pun seperti
yang sudah saya kira, penyidik tidak mau menerima laporan saya.
Saya tidak lantas patah asa, seminggu lebih saya bolak-balik
ke sebuah lembaga bantuan hukum cukup ternama di Jakarta, dan juga ke kantor Komnas
HAM. Berharap ada pihak yang mau mendampingi saya. Kedua lembaga tersebut
menyampaikan bahwa apa yang menimpa saya adalah benar tindak pelanggaran
pidana, hanya saja mereka belum siap mendampingi saya. Saya berfikir, apakah karena
posisi saya yang mana sendirian sebagai korban (bukan massal) lantas saya tidak
bisa menemukan keadilan?
Tekad saya sudah bulat. Pengusaha bukanlah Tuhan. Saya tetap
mencari keadilan itu. Tepat 23 Juli 2014 saya mendatangi SPKT (Sentra Layanan
Kepolisian Terpadu) Polda Metro Jaya
dengan maksud membuat pelaporan di Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal
Khusus). Hampir 2 jam lebih, saya seorang diri (tanpa didampingi pengurus
serikat/federasi, mengingat saya sebenarnya juga pengurus dari sebuah serikat buruh),
mencoba meyakinkan polisi bahwa apa yang saya alami ini ada kaitannya dengan
pidana, dan itu berarti laporan saya harus diterima. Tapi petugas pada saat itu
beranggapan lain.
Hingga pada akhirya Kanitreskrim (Kepala Unit Satuan Reserse
Kriminal) mendengar apa yg saya alami dan melalui beberapa tahapan, akhirya
laporan saya pun diterima dengan tanda bukti lapor yang saya terima.
14 hari kerja sejak pelaporan saya, atau tepatnya 12 Agustus
2014 Ditreskrimsus pun memanggil saya guna BAP.
Rangkaian BAP sudah saya tandatangani. Begitu juga BAP
saksi. Tinggal menunggu perkembangan. Itulah yang saya lakukan saat ini. Sambil
terus berdo'a agar saya bisa mendapat keadilan dan pihak-pihak di luar sana
barangkali ada saran ataupun masukan hukum terkait permasalahan yang kebetulan
saya alami.
Semoga penegak hukum
bertindak seadil-adilnya.
Hormat saya,
SRIYANTO
0838 7697 7071
Tidak ada komentar:
Posting Komentar