Rabu, 27 Agustus 2014

Sepenggal Kisah Perjuangan Buruh Mencari Keadilan

Pernah diterbitkan di koranburuh.com rubrik Surat Pembaca. Dimuat ulang disini dengan persetujuan penulis dan untuk tujuan pendidikan.

Oleh Sriyanto, buruh Tangerang

Salam buruh yg melawan!!!

Entah alasan apa yang menginspirasi saya menulis sepenggal kisah yang saya alami ini kepada redaksi. Apakah saya ingin terkenal? Tidak. Harapannya adalah dari kisah saya yang tengah mencari 'KEADILAN' ini, barangkali ada pihak di luar sana yg bisa memberikan 'rute' menuju keadilan itu sendiri.


Nama saya Sriyanto. 28 tahun umur saya. Wonogiri tempat asal saya. Sejak 2007 bekerja pada sebuah minimarket terkenal, Alfamart, di Cikokol kota Tangerang. Di awal saya bekerja sampai 3 tahun saya bekerja, saya nyaman-nyaman saja. Sampai pada saat saya memutuskan untuk masuk dalam sebuah serikat buruh, perbedaan pelan-pelan saya rasakan. Tindakan diskriminatif dan pressure acap saya rasakan. Sampai pada 2011 saya diskorsing hampir 9 bulan karena alasan yang sama sekali sejatinya bukan kesalahan saya. Pada bulan Februari 2012, berkat demo di depan gudang kami di Cikokol, saya pun dipekerjakan kembali.

Tapi kisah saya tidak berhenti di situ, tindakan diskriminatif masih sering saya terima. Hingga pada puncaknya, Mei 2013 saya di PHK sepihak oleh managemen Alfamart dengan alasan saya dianggap melanggar perintah atasan. Ceritanya, pada saat itu tengah berlangsung program promo di minimarket Alfamart yang bentuknya adalah belanja produk Nestle nominal 100 ribu gratis 1 pc Rinso 900 gram. Versi managemen, mereka membatasi item hadiah Rinso hanya 12 pc, sementara saya menjual 16 pc dikarenakan saya tidak mengetahui terkait batasan tersebut. Alhasil, alasan saya tetap tidak mengubah keputusan managemen Alfamart. Surat PHK tetap keluar per 28 Mei 2013, diikuti pentransferan nominal rupiah ke rekening bank saya dan disertai tidak dibayarkannya upah dan hak yang biasa saya terima tiap bulannya terhitung bulan Juni 2013 sampai tulisan ini saya buat (Agustus. –red).

Dari awal saya menolak PHK itu secara lisan maupun tertulis dengan mengacu pasal 155 UU 13 2003. Parahnya, managemen Alfamart tetap menganggap PHK terhadap saya sudah sah secara hukum. Jalur perundingan sudah saya jalankan baik itu dengan tuntutan dipekerjakan kembali saya dan dibayar upah saya. Tetapi dari rangkaian bipartit 1, 2, 3 tetap tidak ada hasil. Somasi juga sempat saya kirim ke pemilik Alfamart tapi tidak ada hasil.

Sedikit menambahkan, saya pengurus di serikat tingkat pabrik, dan juga pengurus pusat di federasi kami.

3 bulan terakhir adalah masa dimana saya merasa berada di titik nadir. Antara saya mempertahankan apa yang saya anggap itu sebuah 'perjuangan' ataukah saya harus mundur dengan legowo. Tapi saya sudah terlalu jauh melangkah. Akhirnya, saya tetap yakin, apa yang dilakukan managemen Alfamart dalam hal ini tidak membayar upah saya adalah pelanggaran pidana pasal 93 ayat (2) juruf F jo pasal 186 UU 13 2003, berarti di situ saya menilai kepolisian harus saya libatkan. Benar saja, pada 3 Juni 2014 saya melaporkan dugaan tindak pidana tersebut ke Mapolres Kota Tangerang. Dan hasilnya pun seperti yang sudah saya kira, penyidik tidak mau menerima laporan saya.

Saya tidak lantas patah asa, seminggu lebih saya bolak-balik ke sebuah lembaga bantuan hukum cukup ternama di Jakarta, dan juga ke kantor Komnas HAM. Berharap ada pihak yang mau mendampingi saya. Kedua lembaga tersebut menyampaikan bahwa apa yang menimpa saya adalah benar tindak pelanggaran pidana, hanya saja mereka belum siap mendampingi saya. Saya berfikir, apakah karena posisi saya yang mana sendirian sebagai korban (bukan massal) lantas saya tidak bisa menemukan keadilan?

Tekad saya sudah bulat. Pengusaha bukanlah Tuhan. Saya tetap mencari keadilan itu. Tepat 23 Juli 2014 saya mendatangi SPKT (Sentra Layanan Kepolisian Terpadu) Polda Metro Jaya dengan maksud membuat pelaporan di Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus). Hampir 2 jam lebih, saya seorang diri (tanpa didampingi pengurus serikat/federasi, mengingat saya sebenarnya juga pengurus dari sebuah serikat buruh), mencoba meyakinkan polisi bahwa apa yang saya alami ini ada kaitannya dengan pidana, dan itu berarti laporan saya harus diterima. Tapi petugas pada saat itu beranggapan lain.

Hingga pada akhirya Kanitreskrim (Kepala Unit Satuan Reserse Kriminal) mendengar apa yg saya alami dan melalui beberapa tahapan, akhirya laporan saya pun diterima dengan tanda bukti lapor yang saya terima.

14 hari kerja sejak pelaporan saya, atau tepatnya 12 Agustus 2014 Ditreskrimsus pun memanggil saya guna BAP.

Rangkaian BAP sudah saya tandatangani. Begitu juga BAP saksi. Tinggal menunggu perkembangan. Itulah yang saya lakukan saat ini. Sambil terus berdo'a agar saya bisa mendapat keadilan dan pihak-pihak di luar sana barangkali ada saran ataupun masukan hukum terkait permasalahan yang kebetulan saya alami.

Semoga penegak hukum  bertindak seadil-adilnya.


Hormat saya,


SRIYANTO
0838 7697 7071


Tidak ada komentar:

Posting Komentar