SELEBARAN JUM’AT!
“Mengungkap Kebenaran
di Balik Alasan Penaikan Harga BBM”
Dalam kebijakan pemotongan subsidi yang menyebabkan naiknya
harga BBM saat ini, Pemerintahan Jokowi-JK selalu menggunakan dalih untuk
kepentingan rakyat. Beragam alasan dikemukakan, seperti pemotongan subsidi ini
untuk menghemat penggunaan konsumsi BBM, subsidi tidak tepat sasaran, subsidi
akan dialihkan ke infrastruktur, dan beragam alasan lainnya. Silahkan dibaca
paparan fakta singkat di bawah ini, yang membongkar kebohongan-kebohongan yang
disebarkan pemerintah.
Fakta 1
Kenaikan harga BBM tidak menyebabkan
penghematan BBM.
Kenaikan harga BBM pada tahun 2008 tidak serta merta
menurunkan konsumsi BBM. Sebagai perbandingan, tahun 2007 harga premium Rp
4.500 dengan konsumsi motor gasoline 105.940.000, sementara tahun 2008
harga premium Rp. 6.000 konsumsi motor gasoline justru meningkat menjadi
114.796.000.[1]
Fakta 2
Ada alternatif lain untuk menghemat
APBN selain menaikkan harga BBM
Apabila infrastruktur dijadikan dalih penaikan harga BBM,
pertanyaannya adalah ‘mengapa alokasi dana subsidi BBM yang diganggu? Terdapat berbagai alternatif lain untuk
mencari sumber pendanaan untuk membangun infrastruktur. 1) negara dapat
menasionalisasi migas yang dikuasai oleh asing dan menempatkannya dibawah
kendali rakyat 2) negara dapat menindak tegas pengusaha pengemplang pajak 3)
Renegosiasi penghapusan/pengurangan pembayaran utang luar negeri dengan pihak
kreditor bilateral dan multilateral dan 4) Efisiensi belanja negara untuk
kebutuhan birokrasi dalam APBN. Pemerintah dan DPR jangan memboroskan anggaran
untuk hal-hal yang tidak perlu, seperti studi banding ke luar negeri yang tidak
jelas manfaatnya, dan sebagainya. Tentu, masih banyak sumber pendanaan lain
yang dapat dimaksimalkan potensinya, seperti penegakan kasus korupsi dan
lain-lain.
Fakta 3
Kenaikan harga BBM memicu inflasi atau
kenaikan harga barang lainnya
BBM dalam hal ini merupakan anchor price. Artinya, kenaikan
harga BBM akan memicu inflasi atau kenaikan harga barang lain. Sebagai contoh,
melalui kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga tanaman pangan karena
ongkos produksi tanaman pangannya mengalami kenaikan sebagai dampak dari
kenaikan harga BBM. Tidak hanya harga pangan, tapi juga kenaikan tarif
transportasi umum yang justru akan mendorong orang beralih ke sepeda motor
karena relatif lebih murah.
Fakta 4
Kenaikan harga BBM belum tentu akan
mendorong orang menggunakan transportasi umum
Perkembangan moda transportasi umum tidak akan berjalan
maksimal ketika tidak dibarengi dengan pengendalian atas industri otomotif. Hal
ini sebagaimana Indonesia merupakan industri otomotif terbesar se-Asia
Tenggara.[2]
Artinya, pembangunan jalanan atau tol—sebagai dalih pengalihan dana subsidi
BBM—pada akhirnya akan tetap dipenuhi oleh kendaraan pribadi ketika industri
otomotif tidak dikendalikan.
Fakta 5
Subsidi BBM tidak sepenuhnya salah
sasaran[3]
Selama 2005-2012, jenis kendaraan paling banyak di Indonesia adalah sepeda motor (76.381.183 di tahun 2012). Urutan kedua baru ditempati oleh mobil penumpang (10.432.259). Artinya, jumlah terbesar pengguna BBM di sektor transportasi bukanlah pengendara mobil pribadi, melainkan pengendara sepeda motor, yang merupakan transportasi “pilihan rasional” rakyat untuk bekerja dan aktivitas reproduktif lainnya. Perbandingan yang kontras antara pengendara mobil dengan pengendara sepeda motor—sekitar 1:7—pada dasarnya menunjukkan bahwa subsidi BBM tidak sepenuhnya salah sasaran.
Fakta 6
Kelas menengahlah yang harus
didisiplinkan, bukan rakyat yang dikorbankan
Dalih subsidi BBM tidak tepat sasaran karena cenderung
dinikmati oleh kalangan menengah ke atas seringkali diulang-ulang oleh
pemerintah. Tapi bukankah dalih tersebut cacat logika? Ketika ‘mekanisme’ subsidinya salah,
kenapa malah harga BBM yang dinaikkan? Bukankah harusnya pengguna mobil yang
cenderung berasal dari kelas menengah yang ditertibkan agar tidak mengonsumsi
BBM bersubsidi? Kalau mekanisme distribusi-nya yang bermasalah, kenapa tidak
dibuat peraturan tegas atau antrean dalam SPBU untuk melarang mobil pribadi
mengisi BBM bersubsidi?
Fakta 7
Pengurangan
subsidi BBM merupakan bagian dari liberalisasi sektor Migas
Rencana
kebijakan pengurangan subsidi BBM bukan berdasar strategi industri nasional
melainkan kepentingan pihak asing. Hal ini tercermin dari permasalahan
regulasi Migas di atas yang juga merupakan turunan dari Memorandum of
Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000), yang di antaranya
berisi: “menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi
dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik
mencerminkan harga internasional”, di mana arah kebijakan ini bertentangan
dengan falsafah pengelolaan Migas nasional, tercermin dari Pasal 33 UUD 1945
dan UU No. 44/Prp/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
Fakta 8
Pengalihan dana subdisi adalah ilusi
Pengalihan dana subsidi BBM untuk infrastruktur, kesehatan,
pendidikan, dst sebenarnya bukan wacana baru, melainkan telah menjadi dalih
sejak SBY menaikkan BBM pertama kali. Sejak itu, adakah proyek infrastruktur
atau program kesehatan, pendidikan dst yang signifikan? Bukankah pendidikan dan
kesehatan kita masih saja mahal dan eksklusif? Maka, pengalihan dana subsidi
dikatakan sebagai ilusi sebab kita sudah memiliki contoh konkret dengan merujuk
pada periode pemerintahan SBY.
Fakta 9
Konsumsi BBM
Indonesia masih di bawah empat negara ASEAN lainnya[4]
Di ASEAN, dalam
hal minyak bumi, Indonesia masih tidak sekonsumtif Singapura, Brunei, Malaysia,
dan Thailand. Konsumsi minyak
bumi per kapita per hari Indonesia pada 2013 menempati urutan kelima di antara
negara-negara ASEAN lainnya dengan jumlah konsumsi 0,00664 barel atau 1,056
liter.
Artinya, dalih bahwa Indonesia boros energi adalah ilusi belaka!
Fakta 10
Di balik persoalan BBM cadangan minyak
yang menipis, terdapat persoalan monopoli sumber daya[5]
Sejak BBM menjadi komoditas yang diperjual-belikan, sejak
itu juga komoditas tersebut dijaga kelangkaannya untuk memperbesar nilainya.
Monopoli sumber daya dapat dilihat dari 8 perusahaan minyak yang tercatat
sebagai jajaran 15 perusahaan terbesar di dunia. Sementara itu, perkembangan
teknologi untuk menciptakan energi terbarukan dan ramah lingkungan cenderung
lambat karena mengancam keuntungan yang didapat dari monopoli sumber daya.
Melalui monopoli sumber daya dan lambatnya perkembangan energi terbarukan
menjadikan kenaikan BBM menjadi bermasalah bagi rakyat kecil. Artinya, ketika
dinaikkan maka sumber daya yang langka tersebut akan menjadi eksklusif dan
hanya dapat dinikmat oleh segelintir orang.
Terbitan ini dikeluarkan oleh:
Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI)
(UI, IISIP, Gunadarma,
Uhamka, UIN Jakarta, UP, UNAS, Paramadina, UBK, Trisakti, APP, Untirta, KP FMK,
Pembebasan, LMND, Formad, FMN, SMI)
Selebaran di atas merupakan terbitan yang dikeluarkan oleh Aliansi Mahasiswa Indonesia dalam aksi penolakan kenaikan harga BBM di Universitas Indonesia, Depok pada tanggal 21 November 2014. Redaksi memuat kembali tanpa mengurangi substansi.
[1] Lihat kajian Mohamad Zaki Hussein, “Kenaikan Harga BBM Hanya Akan Menyengsarakan Rakyat” ,http://www.prp-indonesia.org/2012/kenaikan-harga-bbm-hanya-akan-menyengsarakan-rakyat
[2] “Indonesia Raih Penjualan Mobil Terbesar”, http://www.beritasatu.com/mobil/224563-indonesia-raih-penjualan-mobil-terbesar-seasia-tenggara.html
[5] Pius Ginting, “Kenaikan BBM: Ekonomi Candu Minyak Korbankan Rakyat”, http://www.prp-indonesia.org/2012/kenaikan-bbm-ekonomi-candu-minyak-korbankan-rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar