Jumat, 21 November 2014

Selebaran Aksi Aliansi Mahasiswa Indonesia: Mengungkap Kebenaran di Balik Alasan Penaikan Harga BBM


SELEBARAN JUM’AT!

“Mengungkap Kebenaran di Balik Alasan Penaikan Harga BBM”

Dalam kebijakan pemotongan subsidi yang menyebabkan naiknya harga BBM saat ini, Pemerintahan Jokowi-JK selalu menggunakan dalih untuk kepentingan rakyat. Beragam alasan dikemukakan, seperti pemotongan subsidi ini untuk menghemat penggunaan konsumsi BBM, subsidi tidak tepat sasaran, subsidi akan dialihkan ke infrastruktur, dan beragam alasan lainnya. Silahkan dibaca paparan fakta singkat di bawah ini, yang membongkar kebohongan-kebohongan yang disebarkan pemerintah.

Fakta 1
Kenaikan harga BBM tidak menyebabkan penghematan BBM.

Kenaikan harga BBM pada tahun 2008 tidak serta merta menurunkan konsumsi BBM. Sebagai perbandingan, tahun 2007 harga premium Rp 4.500 dengan konsumsi motor gasoline 105.940.000, sementara tahun 2008 harga premium Rp. 6.000 konsumsi motor gasoline justru meningkat menjadi 114.796.000.[1]

Fakta 2
Ada alternatif lain untuk menghemat APBN selain menaikkan harga BBM

Apabila infrastruktur dijadikan dalih penaikan harga BBM, pertanyaannya adalah ‘mengapa alokasi dana subsidi BBM yang diganggu?  Terdapat berbagai alternatif lain untuk mencari sumber pendanaan untuk membangun infrastruktur. 1) negara dapat menasionalisasi migas yang dikuasai oleh asing dan menempatkannya dibawah kendali rakyat 2) negara dapat menindak tegas pengusaha pengemplang pajak 3) Renegosiasi penghapusan/pengurangan pembayaran utang luar negeri dengan pihak kreditor bilateral dan multilateral dan 4) Efisiensi belanja negara untuk kebutuhan birokrasi dalam APBN. Pemerintah dan DPR jangan memboroskan anggaran untuk hal-hal yang tidak perlu, seperti studi banding ke luar negeri yang tidak jelas manfaatnya, dan sebagainya. Tentu, masih banyak sumber pendanaan lain yang dapat dimaksimalkan potensinya, seperti penegakan kasus korupsi dan lain-lain.

Fakta 3
Kenaikan harga BBM memicu inflasi atau kenaikan harga barang lainnya

BBM dalam hal ini merupakan anchor price. Artinya, kenaikan harga BBM akan memicu inflasi atau kenaikan harga barang lain. Sebagai contoh, melalui kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga tanaman pangan karena ongkos produksi tanaman pangannya mengalami kenaikan sebagai dampak dari kenaikan harga BBM. Tidak hanya harga pangan, tapi juga kenaikan tarif transportasi umum yang justru akan mendorong orang beralih ke sepeda motor karena relatif lebih murah.

Fakta 4
Kenaikan harga BBM belum tentu akan mendorong orang menggunakan transportasi umum

Perkembangan moda transportasi umum tidak akan berjalan maksimal ketika tidak dibarengi dengan pengendalian atas industri otomotif. Hal ini sebagaimana Indonesia merupakan industri otomotif terbesar se-Asia Tenggara.[2] Artinya, pembangunan jalanan atau tol—sebagai dalih pengalihan dana subsidi BBM—pada akhirnya akan tetap dipenuhi oleh kendaraan pribadi ketika industri otomotif tidak dikendalikan.

Fakta 5
Subsidi BBM tidak sepenuhnya salah sasaran[3]

Selama 2005-2012, jenis kendaraan paling banyak di Indonesia adalah sepeda motor (76.381.183 di tahun 2012). Urutan kedua baru ditempati oleh mobil penumpang (10.432.259). Artinya, jumlah terbesar pengguna BBM di sektor transportasi bukanlah pengendara mobil pribadi, melainkan pengendara sepeda motor, yang merupakan transportasi “pilihan rasional” rakyat untuk bekerja dan aktivitas reproduktif lainnya. Perbandingan yang kontras antara pengendara mobil dengan pengendara sepeda motor—sekitar 1:7—pada dasarnya menunjukkan bahwa subsidi BBM tidak sepenuhnya salah sasaran.

Fakta 6
Kelas menengahlah yang harus didisiplinkan, bukan rakyat yang dikorbankan

Dalih subsidi BBM tidak tepat sasaran karena cenderung dinikmati oleh kalangan menengah ke atas seringkali diulang-ulang oleh pemerintah. Tapi bukankah dalih tersebut cacat logika? Ketika ‘mekanismesubsidinya salah, kenapa malah harga BBM yang dinaikkan? Bukankah harusnya pengguna mobil yang cenderung berasal dari kelas menengah yang ditertibkan agar tidak mengonsumsi BBM bersubsidi? Kalau mekanisme distribusi-nya yang bermasalah, kenapa tidak dibuat peraturan tegas atau antrean dalam SPBU untuk melarang mobil pribadi mengisi BBM bersubsidi?

Fakta 7
Pengurangan subsidi BBM merupakan bagian dari liberalisasi sektor Migas

Rencana kebijakan pengurangan subsidi BBM bukan berdasar strategi industri nasional melainkan kepentingan pihak asing. Hal ini tercermin dari permasalahan regulasi Migas di atas yang juga merupakan turunan dari Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000), yang di antaranya berisi: “menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional”, di mana arah kebijakan ini bertentangan dengan falsafah pengelolaan Migas nasional, tercermin dari Pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 44/Prp/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

Fakta 8
Pengalihan dana subdisi adalah ilusi

Pengalihan dana subsidi BBM untuk infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dst sebenarnya bukan wacana baru, melainkan telah menjadi dalih sejak SBY menaikkan BBM pertama kali. Sejak itu, adakah proyek infrastruktur atau program kesehatan, pendidikan dst yang signifikan? Bukankah pendidikan dan kesehatan kita masih saja mahal dan eksklusif? Maka, pengalihan dana subsidi dikatakan sebagai ilusi sebab kita sudah memiliki contoh konkret dengan merujuk pada periode pemerintahan SBY.

Fakta 9
Konsumsi BBM Indonesia masih di bawah empat negara ASEAN lainnya[4]

Di ASEAN, dalam hal minyak bumi, Indonesia masih tidak sekonsumtif Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Konsumsi minyak bumi per kapita per hari Indonesia pada 2013 menempati urutan kelima di antara negara-negara ASEAN lainnya dengan jumlah konsumsi 0,00664 barel atau 1,056 liter. Artinya, dalih bahwa Indonesia boros energi adalah ilusi belaka!

Fakta 10
Di balik persoalan BBM cadangan minyak yang menipis, terdapat persoalan monopoli sumber daya[5]

Sejak BBM menjadi komoditas yang diperjual-belikan, sejak itu juga komoditas tersebut dijaga kelangkaannya untuk memperbesar nilainya. Monopoli sumber daya dapat dilihat dari 8 perusahaan minyak yang tercatat sebagai jajaran 15 perusahaan terbesar di dunia. Sementara itu, perkembangan teknologi untuk menciptakan energi terbarukan dan ramah lingkungan cenderung lambat karena mengancam keuntungan yang didapat dari monopoli sumber daya. Melalui monopoli sumber daya dan lambatnya perkembangan energi terbarukan menjadikan kenaikan BBM menjadi bermasalah bagi rakyat kecil. Artinya, ketika dinaikkan maka sumber daya yang langka tersebut akan menjadi eksklusif dan hanya dapat dinikmat oleh segelintir orang.


Terbitan ini dikeluarkan oleh:
Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI)
(UI, IISIP, Gunadarma, Uhamka, UIN Jakarta, UP, UNAS, Paramadina, UBK, Trisakti, APP, Untirta, KP FMK, Pembebasan, LMND, Formad, FMN, SMI)

Selebaran di atas merupakan terbitan yang dikeluarkan oleh Aliansi Mahasiswa Indonesia dalam aksi penolakan kenaikan harga BBM di Universitas Indonesia, Depok pada tanggal 21 November 2014. Redaksi memuat kembali tanpa mengurangi substansi. 



[1] Lihat kajian Mohamad Zaki Hussein, Kenaikan Harga BBM Hanya Akan Menyengsarakan Rakyat ,http://www.prp-indonesia.org/2012/kenaikan-harga-bbm-hanya-akan-menyengsarakan-rakyat
[3] Inkrispena, FACTSHEET INKRISPENA: Tiga Fakta Konsumsi BBM Indonesia, 2014..
[4] Op. cit., Inkrispena.
[5] Pius Ginting, Kenaikan BBM: Ekonomi Candu Minyak Korbankan Rakyat, http://www.prp-indonesia.org/2012/kenaikan-bbm-ekonomi-candu-minyak-korbankan-rakyat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar