Oleh Bayu Baskoro F, Anggota SEMAR UI dan mahasiswa Sejarah UI
May Day atau yang kita kenal sebagai Hari Buruh Internasional jatuh
pada setiap tanggal 1 Mei. Namun ada yang baru dalam peringatan May Day di Indonesia tahun ini. Setelah 47 tahun May Day tidak
menjadi hari libur nasional, pada
tahun 2014 ini Hari
Buruh (kembali) menjadi hari libur nasional sesuai Keputusan
Presiden Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Penetapan Tanggal 1 Mei Sebagai Hari Libur. Sebelumnya, kita harus ingat, sejak tahun 1967, Awaluddin Djamin, Menteri
Tenaga Kerja pada masa awal rezim Orde Baru, menghapuskan peringatan Hari Buruh dan
mencabut perayaan hari libur nasional pada 1 Mei sesuai Keputusan Presiden Nomor
251 Tahun 1967 Tentang
Hari-hari Libur[i]. Semasa
Suharto
berkuasa, aksi peringatan May Day termasuk dalam kategori
aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis.[ii] ketakutan Orde Baru terhadap konsolidasi buruh di Indonesia, terutama karena secara real perayaan May Day bisa
mengkonsolidasikan buruh dalam jumlah ribuan. Tetapi hal yang lebih penting, pelarangan perayaan May Day berhubungan dengan upaya penyingkiran gerakan buruh sebagai kekuatan politik di Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka rekonstruksi kapitalisme di bawah rezim otoritarian agar tidak terinterupsi. Meskipun demikian, pemberian hari libur pada hari buruh saat ini harus dilihat secara kritis. Hari libur pada May Day di satu sisi memang memberikan penghargaan atas peran kaum buruh dalam masyarakat. Namun, ini tak bisa bila hanya dipahami dalam bentuk ceremony belaka, karena pada dasarnya May Day berlatar belakang dalam konteks perjuangan. May Day harus dimaknai ulang, sebagai bagian perjuangan buruh untuk mendapat kontrol atas hasil produksinya. Dengan demikian, May Day harus dimaknai dalam kerangka: perjuangan kelas!
Perjalanan
mengenai May Day dalam ranah sejarah cukup panjang untuk disimak. Hari Buruh lahir dari berbagai
rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak
industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan
perubahan drastis pada ekonomi-politik,
terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya
kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas
pekerja. Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi di tahun 1806
oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja
pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut
bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk
menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika
Serikat.[iii] Ada dua orang yang dianggap telah
menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew
Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jarsey. Pada tahun 1872,
McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam
kerja. Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk
mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang
terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum
dari United Brotherhood of Carpenters and
Joiners of America. Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang
keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di
kota-kota lain merencanakan hari libur untuk pada pekerja di setiap Senin pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan Hari Pengucapan Syukur.[iv]
Pada tanggal 5
September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan
peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam
istirahat, 8 jam rekreasi. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar
dan semua negara bagian merayakannya. Pada 1887, Oregon menjadi negara bagian
pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894. Presider Grover
Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama
bulan September hari libur umum resmi nasional. Kongres Internasional Pertama
diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen
organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan
mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada
tahun sama) telah dilakukan National
Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum
kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi
landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.[v] Satu Mei ditetapkan
sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor
Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari,
memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di
era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi
oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872, menuntut delapan jam kerja di
Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.[vi]
Di Indonesia sendiri peringatan Hari Buruh sudah mulai dilakukan 96 tahun silam.
Ratusan anggota Serikat Buruh Kung Tang Hwee Koan menggelar
peringatan Hari Buruh di Surabaya. Sneevliet dan Bars menghadiri perayaan hari
buruh itu dan menyampaikan pesan ISDV di sana. Serikat buruh itu sebetulnya
bermarkas di Shanghai, tetapi punya ratusan anggota di Surabaya.
Dalam tulisan “Peringatan 1 Mei Pertama Kita”,
Sneevliet tidak menutupi rasa kekecewannya atas perayaan itu. Meskipun sudah
dipublikasikan secara luas dan besar-besaran, tetapi perayaan itu hanya menarik
orang-orang eropa dan hampir tidak ada orang-orang Indonesia. Meskipun begitu,
sejarah kemudian mencatat bahwa perayaan 1 Mei 1918 di Surabaya itu adalah
peringatan Hari Buruh sedunia pertama kali di Indonesia,
bahkan juga disebut-sebut pertama-kali di Asia.
Perayaan Hari Buruh bukan hanya didominasi oleh
golongan komunis, tetapi juga oleh serikat-serikat buruh non-komunis. Misalnya,
pada hari buruh 1921, Tjokroaminoto, ditemani muridnya, Soekarno, naik ke
podium untuk berpidato mewakili Serikat Buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam.
Sejak 1918 hingga 1926, gerakan buruh mulai secara
rutin memperingati Hari buruh sedunia itu, yang biasanya dibarengi dengan
pemogokan umum besar-besaran. Hari Buruh sedunia tahun 1923, misalnya,
Semaun sudah menyampaikan kepada sebuah rapat umum VSTP (serikat buruh kereta
api) di Semarang untuk melancarkan pemogokan umum. Dalam selebaran pemogokan
yang disebarkan VSTV, isu utama yang diangkat mencakup: jam kerja 8 jam,
penundaan penghapusan bonus sampai janji kenaikan gaji dipenuhi, penanganan
perselisihan ditangani oleh satu badan arbitrase independen, dan pelarangan PHK
tanpa alasan.[vii]
Setelah
meletus pemberontakan bersenjata pada tahun 1926 dan 1927, peringatan Hari
Buruh Sedunia sangat sulit untuk dilakukan. Pemerintah kolonial mulai menekan
serikat buruh dan melarang mereka untuk melakukan perayaan. Namun pasca
Proklamasi Kemerdekaan, Hari Buruh kembali dirayakan oleh kaum pekerja. Melalui
UU Kerja No. 12 Tahun 1948, pada pasal 15 ayat 2, dinyatakan bahwa, “Pada hari 1 Mei buruh
dibebaskan dari kewajiban kerja.”
Berdasarkan peraturan tersebut, kaum buruh di Indonesia, selalu memperingati May Day setiap
tahunnya. Pada peringatan Hari Buruh tahun 1947 di Jogjakarta, sebuah dokumen
Amerika bercerita bagaimana massa membawa spanduk bergambar palu-arit, foto
wajah Karl Marx, Lenin, dan Stalin.[viii] Hari Buruh juga dirayakan
di ibukota Sumatera pada tahun 1948 secara besar-besaran, dipimpin oleh suatu
panitia dengan semangat kemerdekaan yang membumbung tinggi, hingga aksi sebuah
pesawat terbang melayang di angkasa Buittinggi sambil menagurkan surat-surat
selebaran pelayaran 1 Mei. Kemudian ada rapat umum di Atas Ngarai yang dihadiri
oleh berbagai lapisan masyarakat dengan pembicara antara lain wakil dari SOBSI
(Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Gubernur Sumatera, Residen
Sumatera Barat dan Kementrian Perburuhan di Sumatera. Pembicara membicarakana mengenai
perjuangan kaum buruh di seluruh dunia, terutama kaum buruh Indonesia selama
zaman Revolusi Kemedekaan dan tentang perbaikan nasib buruh dan tani. Gubernur Sumatera bahkan menegaskan bahwa
hak-hak buruh telah terjamin di dalam UUD 1945.[ix] Setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia pada
tahun 1949, Hari Buruh tetap diperingati oleh elemen buruh di Indonesia dan
meningkat pada masa Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno dimana perayaan May Day diselenggarakan dengan
meriah dalam parade dan atraksi para buruh dan simpatisan dari PKI (Partai
Komunis Indonesia) di dalam Stadion Utama Gelora Bung Karno dan menjadi
tontonan yang menarik bagi khalayak.
Pasca kejatuhan Soekarno, dengan juga ditandai oleh usaha
penumpasan simpatisan PKI pasca peristiwa G30S,
Orde Baru dibawah pemerintahan Soeharto kemudian melarang buruh untuk
memperingati May Day,
karena dianggap sebagai kegiatan politik yang subversif. Hal ini dilakukan
karena Orde Baru memiliki ketakutan tersendiri terhadap kesolidan buruh di
Indonesia, terutama saat perayaan May Day yang bisa
mengkonsolidasikan buruh dalam jumlah ribuan. Praktis sejak Orde Baru berkuasa, peringatan hari buruh ditiadakan. Namun
pada tanggal 1 Mei 1994, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) kembali
merayakan May Day di Medan, walaupun di bawah represifitas pemerintahan Orde Baru. Hal ini
kemudian dilanjutkan oleh Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi
(SMID) dan Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) dalam merayakan May Day pada
tahun 1995. Aksi yang digalang oleh SMID dan PPBI ini ditujukan ke kantor
Departemen Tenaga Kerja dan kantor Gubernur Jawa Tengah, sebagai simbol pusat
kekuasaan. Pasca jatuhnya Orde Baru di tahun 1998, aksi-aksi dalam memperingati May Day semakin marak dilakukan.
Sepanjang tahun 1998-2012, aksi-aksi peringatan May Day banyak dilakukan
di pusat-pusat kekuasaan, seperti Kantor Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Kantor Gubernur, Istana Negara, Depnaker, Disnaker, Gedung
DPR/MPR, dan lain-lain.[x]
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Hari Buruh 1 Mei merupakan suatu peringatan dimana kaum
buruh berhasil merebut tuntutan kemenangan atas penghisapan
jam kerja yang dilakukan oleh para kaum kapitalis di masa lalu. Perayaan Hari
Buruh pertama kali di Indonesia pada tahun 1918 bahkan disebut-sebut sebagai
perayaan Hari Buruh pertama di Asia. Pelarangan acara perayaan Hari Buruh
layaknya pencabutan atas hak kaum buruh dan merupakan tindakan
yang dapat disamakan dengan tindakan penjajah kolonial dan rezim Orde Baru,
dimana keduanya melarang perayaan May Day karena ketakutan akan konsolidasi dan gerakan kaum buruh
yang besar. Oleh karena itu kepada kawanku para buruh, Aku ucapkan selamat Hari Buruh 1 Mei 2014. Kaum buruh (dan calon buruh) seluruh dunia, BERSATULAH!
[i] Asvi Warman Adam, Membongkar Kontroversi Sejarah,
Kontroversi Pelaku dan Sejarah, Penerbit KPG, 2009, hlm.189
[ii]. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia (sebagian besar menganut ideologi non-komunis, bahkan juga yang menganut prinsip anti-komunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional
[iii]
“Sejarah Hari Buruh May Day”
Disnakertrans Prov. Jabar, 1 Mei 2013 http://disnakertrans.jabarprov.go.id/tulisan-10-sejarah-hari-buruh-may-day Diakses 29 April 2014
[iv] “Sejarah May Day” Dewan Rakyat, 1 Mei 2013 http://dewan-rakyat.blogspot.com/2013/04/sejarah-mayday.html Diakses 29 April 2014
[v] Anif Punto Utomo, Negara Kuli: Apa Lagi yang Kita
Punya?, Penerbit Republika, 2010, hlm.203
[vi] “Sejarah Hari Buruh 1 Mei” Detik News, 1 Mei 2010 http://news.detik.com/read/2010/05/01/055935/1348985/10/sejarah-hari-buruh-1-mei Diakses 29 April 2014
[vii] “Sekilas Sejarah Hari Buruh Sedunia di Indonesia” Berdikari
Online, 1 Mei 2011, http://www.berdikarionline.com/lipsus/liputan-khusus-bedah-eko-pol/20110501/sejarah-hari-buruh-sedunia-di-indonesia.html Diakses 29 April 2014
[viii]
“Indonesia Negara Asia Pertama
yang Merayakan May Day” Sindo News, 1
Mei 2013, http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/01/15/743749/indonesia-negara-pertama-di-asia-yang-lakukan-may-day
Diakses 29 April 2013
[ix] Pramoedya Ananta Toer
dkk, Kronik Revolusi Indonesia: 1948, Penerbit KPG, 2000, hlm.248
[x] Rini Kusnanda
“Aksi May Day di
Indonesia” prp-indonesia.org, 1 Mei 2013 http://www.prp-indonesia.org/2013/aksi-mayday-di-indonesia
Diakses 29 April 2014
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar