Senin, 06 Januari 2014

GUGATAN TERBUKA UNTUK KETUA DAN WAKIL KETUA BEM UI 2014

Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia (SEMAR UI)


The struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting”
Milan Kundera

Sebelum kami berpanjang lebar dalam gugatan terbuka ini, kami, seluruh anggota Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia (SEMAR UI) mengucapkan selamat atas terpilihnya Ivan Riansa (Ivan) dan Ahmad Mujahid (Aid) di dalam Pemilihan Raya (PEMIRA) UI 2013 dan menjadikan mereka sebagai ketua dan wakil ketua BEM UI 2014 terpilih. Tentu, ucapan selamat ini harus dimaknai sebagai ucapan selamat dari kami kepada kalian, yang terpilih melalui proses demokrasi yang berantakan, bermasalah, kacau, dan cacat. Sekali lagi kami ucapkan selamat atas terpilihnya kalian melalui proses yang seperti itu![1]


30 November 2013. Pada akhir masa kampanye calon ketua dan wakil ketua BEM UI 2014 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ivan dan Aid yang saat itu masih menjadi kandidiat ketua dan wakil ketua BEM UI 2014 mengeluarkan sebuah pernyataan kontroversial yang membuat kami mengeluarkan gugatan terbuka ini. Pernyataan tersebut adalah “Kami sepakat Soeharto jadi Pahlawan Nasional, karena melihat melihat kriterianya. Kasusnya seharusnya sudah selesai, tapi ada pihak yang membuatya berlarut-larut”. Sontak pernyataan tersebut menghadirkan beragam pro dan kontra. Kami sendiri, yang menganggap pernyataan tersebut tidak bisa disikapi sambil lalu karena merupakan hal yang esensial bagi perjuangan melawan lupa pelanggaran HAM dimasa lalu, bereaksi dengan mengeluarkan sebuah kritik dengan judul “Kebodohan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 atas Kesepakatannya pada Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto”[2] yang tentu Ivan dan Aid sudah membacanya.

Sadar bahwa statementnya mengundang kontroversi, Ivan-Aid kemudian melakukan klarifikasi, bukan kepada publik, tapi kepada salah satu anggota kami. Karena statementnya adalah statement politik yang diutarakan di ranah publik (ditambah sedang masa kampanye dimana biasanya obral janji sering terjadi), maka kami rasa klarifikasi tersebut salah alamat jika diarahkan hanya pada kami. Kalaupun ada klarifikasi, KLARIFIKASILAH PADA PUBLIK, bukan pada kami. Itulah yang kalian janjikan ketika bertemu dengan salah satu dari anggota kami. Kami perjelas, takut kalian lupa, kalian berjanji akan melakukan klarifikasi pada publik atas pernyataan kalian tersebut. Sayangnya, klarifikasi tersebut tak kunjung kalian lakukan, bahkan sampai kalian secara resmi menjadi ketua dan wakil ketua BEM UI 2014 hari ini (6 januari 2013).

Maka, berdasarkan latar belakang tersebut, KAMI MENGGUGAT KALIAN, Ivan Riansa dan Ahmad Mujahid, UNTUK SEGERA MELAKUKAN KLARIFIKASI PADA PUBLIK TERHADAP STATEMENT KALIAN YANG MENGATAKAN SUHARTO PANTAS JADI PAHLAWAN NASIONAL. Satu hal yang patut di catat, kami tidak berharap kalian akan menarik statement kalian itu HANYA KARENA gugatan terbuka ini. Kalaupun kalian sepakat Suharto jadi pahlawan nasional, maka SERTAKANLAH ARGUMEN kalian terkait hal tersebut. Dalam bentuk narasi tulisan tentu, bukan kicauan di twitter apalagi sekadar voicenote. Barangkali dengan disertai argumen, statement kalian akan dibenarkan publik dan mungkin saja Suharto pantas jadi pahlawan nasional. Dengan demikian, mungkin saja kami dan orang-orang yang ‘benci’ Suharto yang salah, juga para korban dan orangtua yang senantiasa melakukan aksi kamisan menggugat presiden agar kasus pelanggaran HAM yang menimpa anaknya yang sekarang berada di surga juga salah dan hanya sekedar cari sensasi. Mungkin.

Terlalu lama kami, dan kita semua, dibodohi oleh pemerintah negeri ini yang katanya berdiri di atas semua golongan dan untuk kesejahteraan publik padahal mereka hidup dari dan menghidupi segelintir orang berpunya, yang memiliki modal dan kuasa atas uang. Maka, kami tak mau menunggu lama pernyataan klarifikasi dari kalian, Ivan Riansa dan Ahmad Mujahid. Kami tunggu pernyataan klarifikasi dari kalian selambat-lambatnya satu minggu setelah masuk semester baru. Jika saudara Ivan dan Aid tidak memberi tanggapan atas gugatan ini, maka kami menganggap kalian benar-benar mendukung tindakan segala tindakan pelanggaran HAM (dan amal serta perbuatannya selama memerintah 32 tahun) yang dilakukan oleh rezim fasis Suharto.

Hidup Korban! Jangan Diam!
Jangan Diam! Lawan!


[1] Untuk penjelasan kekacauan pelaksanaan Pemilihan Raya tahun ini, sila lihat Partiot Muslim, “Sesungguhnya Demokrasi yang Mahasiswa UI Mau!”  http://serikatmahasiswaprogresif.blogspot.com/2013/12/sesungguhnya-demokrasi-yang-mahasiswa.html
[2] Angin Timur. “Kebodohan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 atas Kesepakatannya pada Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto” http://serikatmahasiswaprogresif.blogspot.com/2013/12/kebodohan-calon-ketua-dan-wakil-ketua.html

17 komentar:

  1. Bukan bermaksud membela kaum tertentu, tetapi untuk artikel ini saya beranggapan bahwa kalian mirip dengan FPI.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Agak bingung sama batugunting kertas. Semar sama FPI mirip dari mana ya? Saya rasa teman2 di Semar hanya menagih janji dan mewakili suara para korban pemerintahan Soeharto.

      Hapus
    2. duh mas/mbak Batu Gunting Kertas yang baik.. apa gerangan yang membuat anda berkesimpulan demikian?

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    4. Saya bilang anda (SEMAR UI) dalam artikel ini sama saja FPI, karena anda membahas hal ini seperti halnya mempermasalahkan hal yang kecil untuk diungkit-ungkit kembali. Kenapa hal kecil? Karena saya menafsirkan anda memfokuskan (tujuan penulisan artikel) bukan pada hal pahlawan nasionalnya, tetapi fokus pada pengurangan rasa hormat pada pemimpin BEM UI yang baru.

      Saya hanya bilang untuk artikel ini. Untuk lainnya, saya mendukung ada SEMAR UI. Tapi, adanya artikel ini "seolah-olah" (persepsi saya) hanyalah untuk mencari cela kesalahan dari ketua dan wakil ketua baru BEM UI agar bisa diturunkan. Kalau boleh saya tahu, siapa aja anggota tim SEMAR? Adakah diantaranya (penulis) adalah pihak dari lawan politiknya (tim sukses pilihan nomor 1 atau 2) ? Jangan sampai saya menjadi berpendapat ini adalah anda.
      Kalau sebenarnya tujuan dari artikel ini adalah untuk menyentil pada bagian kesalahan mereka dalam hal pengucapan pak Soeharto sebagai pahlawan nasional, kenapa harus ada kalimat ini?

      "Tentu, ucapan selamat ini harus dimaknai sebagai ucapan selamat dari kami kepada kalian, yang terpilih melalui proses demokrasi yang berantakan, bermasalah, kacau, dan cacat. Sekali lagi kami ucapkan selamat atas terpilihnya kalian melalui proses yang seperti itu!"

      Jika kalian ingin membahas juga masalah PEMIRA lalu yang memang bobrok, kenapa tidak dibahas dilain artikel?

      Saya rasa, bukan bermaksud untuk mentolerir kesalahan Ivan-Aid pada kampanye lalu, tetapi masyarakat Indonesia (khususnya warga UI yang ikut melihat eksplorasi kemarin) juga sudah cukup pintar dan sependapat (asumsi saya) bahwa Soeharto memang TIDAK PANTAS diberi titel sebagai pahlawan nasional.

      Maaf jika ada salah kata.
      Terimakasih.

      Hapus
    5. lalu knp FPI? itu yang sedari tadi saya tanyakan.. apakah FPI mengungkit2 masalah kecil dan bertujuan mengurangi "rasa hormat" pemimpin? kalau iya, FPI yang mana? jangan labelisasi serampangan gitu, mas/mbak :)

      tulisan itu jelas, menagih janji ketua dan wakil ketua BEM yang terpilih. kalau mereka tidak janji, ya gak akan keluar surat gugatan ini. janji ya janji toh yang harus ditepati terlepas yang janji itu status sosialnya apa? lagipula kalau mereka secara gentleman membuat klarifikasi bukankah itu lebih baik dimata publik ketimbang diam saja? maka, adalah salah besar menganggap tulisan ini adalah buah dari sakit hati karena kalah dlm pemira (duh..itu jauh banget kami gak peduli sama sekali sama pemira tahun ini sampai adanya kasus evote yang kacau dan kandidat yang sepakat suharto jadi presiden) mengenai tulisan pemira, ada di salah satu tulisan kami, sila dicari saja.

      kalau warga UI seperti yang mas/mbak bilang, maka baiknya kita tunggu saja statement ketua dan wakil ketua yang baru itu

      terimakasih.

      Hapus
  2. Kalau FPI sebenarnya menurut saya hanyalah sebuah organisasi yang diciptakan untuk mempermasalahkan hal kecil untuk dibesar-besarkan sehingga bisa memperoleh suatu keuntungan bagi “penggerak utamanya”. Yang saya tangkap adalah FPI adalah musuh dasar Indonesia dalam hal Pancasila.

    Berati jika memang hanya itu tujuannya, ya baik tujuan anda (kalian) :-) hanya saja mungkin karena terbawa isu PEMIRA membuat saya menjadi berkomentar dalam artikel ini.

    Siap, terimakasih saya akan coba mencari artikelnya.

    Baik, kita tunggu saja klarifisaki mereka, jika mereka sendiri bukan beranggapan dan tidak mengindahkan mengenai permasalahan dalam artikel ini.

    Terimakasih.

    BalasHapus
  3. Saya setuju dengan pendapat Bung Batugunting Kertas. Kritik terhadap pernyataan Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 yang terpilih, terkait dengan pernyataan mereka mengenai Soeharto sebagai pahlawan nasional, dirasa kurang genial dan bernas jika redaksi SEMAR UI menggunakan kemasan artikel pernyataan sikap seperti ini, atau dengan cara yang seperti ini.

    Menghadirkan wacana tandingan (bisa lewat artikel, tentunya) terhadap ide "Soeharto sebagai pahlawan nasional", mungkin, akan lebih bijak melalui pemaparan argumentasi yang justru disinggung dalam artikel pernyataan sikap di atas untuk segera dilakukan oleh si Ketua dan Wakil Ketua BEM-nya. Pertanyaan saya, mengapa SEMAR UI tidak melakukan hal yang sama (dengan menghadirkan artikel lanjutan dari artikel opini yang pernah dimuat, yang analisanya lebih mendalam serta semakin bernas argumen-argumen penolakannya tentang Soeharto jadi pahalawan nasional itu).

    Saya pikir, cara berpikir itu layak dipertimbangkan oleh redaksi. Bukan justru menjatuhkan martabat pihak lain.

    Awalnya, ketika membaca judul artikel di atas, saya kira ada kesalahan fatal Ketua dan Wakil Ketua BEM UI yang terpilih itu, di mana kesalahan fatal itu sangat signifikan dampaknya (seperti korupsi, misalnya). Bukan berarti saya tidak berpendapat bahwa pernyataan mengenai ide Soeharto jadi pahlawan dengan alasan yang konyol itu tidak berdampak signifikan pula bagi publik mahasiswa kita. Akan tetapi, persoalan itu akan lebih bijak jika disikapi melalui kritik yang tidak memprovokasi amarah publik. Menurut saya, artikel pernyataan sikap ini justru akan memancing amarah pembaca, bukan kedewasaan berpikir para pembaca. Ketimbang menyalahkan si Ketua dan Wakil Ketua BEM UI (apalagi merendahkan martabatnya), bukankah lebih bijaksana jika SEMAR UI mempropagandakan pengetahuan kepada para pembaca mengenai bagaimana menyikapi polemik Soeharto itu sendiri? (artinya: menyebarkan ilmu pengetahuan, memberikan tameng kepada publik mahasiswa UI, di mana tameng yang dimaksud adalah wawasan, agar publik tidak terpengaruh oleh pernyataan-pernyataan Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 yang kita anggap keliru).

    Terkait soal ajang Pemira UI yang bermasalah, yang disinggung diparagraf awal, itu juga konteks yang berbeda, menurut saya. Mencantumkannya dalam tuntutan ini justru akan menyebabkan adanya tumpang-tindih dari maksud pemuatan artikel ini sendiri. Seperti pendapat Bung Batugunting Kertas, tujuannya soal "Soeharto jadi pahlawan" atau soal "Ketidaksahan terpilihnya pemimpin mahasiswa" ??? Dan maksud yang tumpah tindih ini melipatgandakan kegegabahan redaksi, terkait cerdas atau tidak cerdasnya pemuatan artikel gugatan ini oleh mereka.

    Salam.
    Tooftolenk

    BalasHapus
  4. Koreksi komentar saya, pada kalimat: "Bukan berarti saya tidak berpendapat bahwa pernyataan mengenai ide Soeharto jadi pahlawan dengan alasan yang konyol itu tidak berdampak signifikan pula bagi publik mahasiswa kita." ...

    Maksud saya (kalimat yang lebih tepatnya): "Bukan berarti saya berpendapat bahwa pernyataan ide Soeharto jadi pahlawan dengan alasan yang konyol (yang dinyatakan Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 terpilih) itu tidak berdampak signifikan pula bagi publik mahasiswa kita."

    Maaf jika kalimatnya membingungkan. #asyek

    Salam.
    Tooftolenk

    BalasHapus
  5. Terimakasih untuk pendapat sangat gamblang dari Bung Manshurzikri yang sudah memberikan apa yang sebenarnya juga saya maksud pada artikel ini.

    Salam.

    BalasHapus
  6. Yang komentar (batugunting kertas dan manshurzikri) apakah memiliki keberpihakan terhadap ketua bem terpilih? Penasaran aja.

    IMHO, tulisan ini penagihan janji atau semacam gugatan atas pernyataan yang secara logika SEMAR adalah pernyataan yang tidak sensitif HAM dan tidak memperhatikan fakta sejarah kan ya? Sy lihat anda (kalian) menyebutkan perihal aksi kamisan dsb-dsb. Fokus yang komen ke pemira saja nih dari yang ada, sedangkan porsi besar tulisan ini ga soal pemira tuh. Ini sy dari membaca komen mas manshurzikri (pelabelan mas karena nama yg laki-laki, maaf kalo salah), ini bukan tulisan kritik mas, tapi gugatan. Atau sy salah teman-teman SEMAR

    #lagikurangkerjaan

    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada kesalahan tulis, harusnya:

      Fokus yang komentar (sebelum sy) ke pemira saja nih dari yang ada, sedangkan porsi besar tulisan ini ga soal pemira tuh

      Hapus
  7. Kepada Bung Sulaiman Sujono (kata "Bung" lebih egaliter dan tidak bias gender, bisa digunakan kepada semua orang)

    Dengan tegas saya menyatakan bahwa tidak ada keberpihakan saya kepada Ketua dan Wakil Ketua Bem 2014 yang terpilih.

    Saya juga sadar sekali bahwa artikel yang kita perdebatkan ini memang bukan artikel kritik, tetapi artikel gugatan (baca lagi komentar saya sebelumnya). Dan justru poin dari komentar saya adalah, artikel gugatan seperti ini kurang bernas dan genial. Saya lebih setuju jika SEMAR menyajikan artikel kritik atau kajian yang mendalam, yang bernas dan genial.

    Mengapa artikel gugatan tidak perlu? Karena menurut saya, yang seharusnya difokuskan bukanlah pada "penagihan janji terhadap Ketua dan Wakil Ketua BEM agar mengklarifikasi pernyataan mereka yang keliru". Akan tetapi, menurut saya, yang lebih penting adalah kewajiban dari aksi SEMAR-nya, yakni yang seharusnya lebih mengarah kepada aksi peningkatan pengetahuan publik. Mengapa cape-cape menuntut (atau bahkan memaksa) pihak lain, jika SEMAR memang memiliki kemampuan untuk berbuat lebih dari sekedar menuntut orang lain? Tujuannya, kan agar masyarakat mengerti pentingnya HAM dan menolak kekeliruan ide tentang Soeharto jadi pahlawan, Menurut hemat saya, daripada menagih janji ke Ketua dan Wakil Ketua BEM-nya, lebih baik SEMAR sendiri yang membuat wacana (artikel kritis atau kajian) mengenai penolakan terhadap ide Soeharto jadi pahlawan itu. Paparkan dengan jelas dan sedetil-detilnya mengapa ide itu harus ditolak. Paparkan sejelas-jelas dan sedetil-detilnya bahwa prinsip HAM akan dilanggar jika kita mendukung ide Soeharto jadi Pahlawan. Itu lebih memiliki esensi daripada menggugat si Ketua dan Wakil Ketua BEM kita yang keliru itu. Mengapa usul saya seperti itu? Sebab, ini untuk memberi kejelasan kepada publik mahasiswa, apa tujuan SEMAR: apakah cuma untuk menyerang BEM, atau untuk membangun wacana pengetahuan di kalangan mahasiswa dan masyarakat? Saya rasa komentar dan argumentasi saya sudah jelas.

    Dan sekali lagi perhatikan komentar saya sebelumnya, terkait Pemira UI, saya juga tidak menyatakan bahwa porsi dari artikel gugatan di atas itu lebih banyak ke Pemira UI. Melainkan, karena ada menyinggung Pemira-lah hingga akhirnya memunculkan sesuatu yang ambigu dari maksud gugatan itu. Lihat kalimat-kalimat di paragraf pertama pada artikel gugatan di atas. Saya rasa, susunan kalimat itu pun kurang bijaksana untuk para pemikir di kalangan mahasiswa sekelas SEMAR. Kalimatnya sangat menyudutkan dan begitu arogan. Bukankah kritik yang cerdas memiliki caranya sendiri untuk menyampaikan suatu maksud yang kuat dengan bahasa yang lebih ramah? Dan menurut saya, artikel kritik/kajian adalah pilihan yang lebih tepat daripada artikel gugatan (untuk konteks kasus ini, tentu saja).

    Dan tak lupa pula, untuk menegaskan di mana posisi saya (agar Bung Sulaiman tidak penasaran lagi), bahwa saya mendukung HAM dan menolak ide Soeharto jadi pahlawan. Semoga dapat dimengerti.

    Terimakasih atas tanggapannya.

    Salam
    Tooftolenk

    BalasHapus
  8. saya menganggap bahwa masalah ini adalah masalah besar,bukanlah masalah kecil yang seperti di sebutkan di atas oleh kawan mansur zikri dan batu gunting kertas.Pernyataan menganggap soeharto sebagai pahlawan adalah sebuah kesalahan kecil yang dapat menjadi sebuah masalah besar.Sebab seperti kita ketahui soeharto sampai saat ini tokoh yang kontroversial.Ia adalah pelanggar ham ,apabila kita pelajari dalam ilmu politik soeharto adalah seorang state actor.Sedangkan seharusnya negara menjaga warga negaranya.

    yang saya tangkap dalam surat gugatan ini adalah maksud semar ui adalah untuk lebih mengerti tentang mengapa ketua bem dan wakil bem ui mengatakan soeharto sebagai pahlawan apabila mereka menjelaskan argumen mereka.Bukan untuk menjatuhkan ketua dan wakil ketua bem ui .

    Untuk masalah pemira menurut saya,pemira memang begitu adanya dalam hal ini kacau dan yang terpilih dengan sistem yang kacau adalah ivan aid .Jadi menurut saya kalimat semar ui sebagaimana dalam surat gugatan di atas adalah wajar.

    Salam

    Ridwan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kepada Bung Muhammad Ridwan

      Saya tidak menganggap masalah ini adalah masalah kecil. Justru saya sependapat dengan Bung bahwa ini adalah masalah besar. Karena persoalan ini adalah masalah besar, maka saya berpendapat bahwa artikel kritik/kajian untuk mewacanakan ide tentang "tolak Soeharto jadi pahlawan" lebih esensial. Cakupannya akan lebih global, lebih fokus ke polemik tentang Soeharto itu sendiri, tentang isu "pelekatan pahlawan nasional terhadap seorang tokoh" itu. Sementara itu, saya berpendapat bahwa artikel gugatan seperti yang dimuat SEMAR di atas (untuk konteks kasus "pernyataan keliru Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 terpilih ketika masih masa kampanye") mengkerdilkan wacananya hingga hanya sebatas "penagihan janji" belaka.

      Pertanyaan saya: Mana yang lebih penting, mewacanakan tuntutan pemenuhan janji oleh 'pemimpin' yang secara 'sebagian besar' sudah tak dipercaya publik mahasiswa UI, atau mewacanakan ide mendukung HAM dan gerakan menolak ide "Soeharto jadi pahlawan nasional" melalui artikel kajian/kritik/ilmiah/argumentasi teoretik?

      Saya sendiri menjawab bahwa pilihan yang kedua adalah yang lebih penting. Semoga dapat dimengerti standpoint saya dalam menanggapi artikel gugatan ini.

      Salam
      Tooftolenk

      Hapus
    2. Kami sudah jelaskan di badan tulisan bahwa latar belakang penulisan gugatan ini adalah karena janji dari Ivan dan Aid yang akan melakukan klarifikasi. Karena latar belakang tersebut, maka kami pikir bahwa kajian/kritik/ilmiah/arumentasi teoritik tidak tepat ditempatkan di dalam tulisan ini.

      kami sepakat bahwa harus ada pula tulisan-tulisan semacam itu yang tentu bukan hanya tugas kami, tetapi juga tuga kita semua, termasuk kawan Tooftolenk melalui Booklethapmas-nya, yang sadar bahwa Suharto memang tidak pantas jadi pahlawan nasional. Kami sendiri pernah beberapa kali membuat tulisan tentang orde baru di blog ini meskipun bukan dimaksudkan untuk menolak Suharto sebagai pahlawan nasional. Diantara tulisan tersebut adalah Tulisan dari kawan Wilson dan Pamflet nomor 2 kami yang khusus membahas pelanggaran HAM di masa orde baru.

      Salam

      Hapus
    3. Kepada Redaksi SEMAR UI,

      Ya, redaksi memang punya kebijakannya sendiri berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berbagai agenda dan kepentingan (kepentingan publik, tentu saja). Saya hanya memberikan pandangan saja. Semoga saja bisa menjadi pertimbangan bagi Redaksi untuk ke depannya.

      Saya tetap mendukung semua aksi mahasiswa yang melandaskan diri pada kajian. Bagaimana pun, SEMAR UI juga berada di jalur itu. Mari kita sama-sama mendampingi dan memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dalam membangun wacana dan gerakan sosial masyarakat untuk masa depan yang lebih baik.

      Salam.
      Tooftolenk

      Hapus