Kamis, 13 Maret 2014

PRESS RELEASE AKSI #KAMISANUI KE-3, 13 MARET 2014 “Kebebasan Akademik”


If the structure does not permit dialogue the structure must be changed” – Paulo Freire

Pelarangan berbagai diskusi yang bersifat akademis semakin menjadi tren akhir-akhir ini. Lebih miris lagi, bila hal itu dilakukan di institusi akademik. Hal ini yang membuat kita perlu bertanya, apakah ada kebebasan akademis untuk menciptakan lingkungan intelektual yang sehat di kampus? Dengan adanya tren tersebut menunjukkan tendensi hilangnya kebebasan akademik di dalam institusi pendidikan. Hal itu dapat dilihat dari beberapa kasus, seperti pelarangan diskusi buku Irshad Mandji hingga pembatalan kelas filsafat Atheisme di UGM, pembatalan diskusi di UIN Pekanbaru, bahkan baru-baru ini ada indikasi bahwa Universitas Indonesia membatalkan diskusi liberalisme yang digagas oleh UI Liberal & Democratic Study Club (UI LDSC). Kebebasan akademis juga dipertanyakan dengan adanya kampus-kampus swasta yang tidak membenarkan mahasiswanya untuk mengkritik, menyampaikan aspirasi secara terbuka dan demonstrasi sebagai bentuk kebebasan menyampaikan pendapat. Dengan itu, terdapat kecenderungan bahwa kebebasan akademik mulai tergerus di dalam rumahnya sendiri.


Bagaimana pun juga, kampus merupakan institusi yang harusnya menjamin kebebasan akademik diantara civitas-nya. Kampus sejatinya harus memfasilitasi berbagai macam pilihan ideologi dan paham yang dianut warganya. Kampus harusnya menyediakan ruang diskusi yang sehat. Juga, kampus harusnya menjamin setiap warganya untuk berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapatnya secara terbuka. Lalu kampus macam apa yang rupanya membatasi diskusi berdasarkan topiknya? Melarang kritik dan penyampaian aspirasi secara terbuka? Diskusi adalah corong intelektual di kampus! Mulai dari dalam ruang kelas, hingga sekedar duduk-duduk di kantin, diskusi adalah sebuah kehidupan, kebiasaan, dan sudah menjadi identitas dari kampus itu sendiri. Bila di kampus saja telah dilarang, atau minimal dihalang-halangi, maka bagaimana mungkin kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat di luar kampus dapat dijamin.

Dengan melihat kasus-kasus di atas, maka premis kebebasan akademis yang lahir karena kebebasan non-akademik, seperti yang dijanjikan di dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU PT) dipatahkan oleh dirinya sendiri. Pada kenyataannya otonomi non-akademik tidak menjamin adanya kebebasan akademik di dalam suatu institusi pendidikan. Kampus yang memiliki otonomi non-akademik, yaitu yang berupaya menjadi semakin independen dari Negara dalam arti pendanaan dan pengelolaannya, ternyata tidak otomatis menjamin ada kebebasan akademik di dalamnya. Karena sejatinya hal itu memang tidak ada hubungannya. Kebebasan akademik adalah syarat utama sebuah institusi pendidikan lahir, karena dengannya sebuah kebenaran bisa diuji. Dengan itu, maka argumen UU Pendidikan Tinggi mematahkan argumennya sendiri melalui kontradiksi tersebut.

Oleh karena itu kami dari SERIKAT MAHASISWA PROGRESIF UI mengadakan #AksiKamisanUI sebagai upaya untuk mengingatkan publik secara luas, dan khususnya warga UI, bahwa kebebasan akademik haruslah ditegakan di dalam institusi pendidikan, tanpa kompromi. Dan, hal itu tidak ada hubungannya dengan otonomi non-akademik seperti yang digembor-gemborkan sebelumnya. Dengan itu, maka kami menyerukan kepada publik untuk:

Mendukung upaya pembebasan akademis, dengan cara:

Mengecam segala bentuk pelarangan yang mengancam kebebasan akademis di dalam kampus.

Menyadari bahwa kebebasan akademis tidak ada hubungannya dengan otonomi non-akademik.

Terlibat untuk menciptakan iklim kampus yang berwatak ilmiah, akademis, demokratis, dan bervisi untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan setara.

Contact Person:
Rio Apinino: 083876871328
Dicky: 085790499259

Tidak ada komentar:

Posting Komentar