PERNYATAAN SIKAP SERIKAT MAHASISWA PROGRESIF
UNIVERSITAS INDONESIA
No: 01/PS/X/2014
Kembalikan
Pemilukada Langsung Oleh Rakyat, Wujudkan Demokrasi Yang Sejati!
Banyak yang Hilang
dengan Berlakunya UU Pilkada
Tanggal 26 September akan dicatat dalam sejarah
Indonesia dengan tinta merah. Demokrasi yang susah payah diperjuangkan hingga
akhirnya Orde Baru tumbang, kini mundur lagi oleh nafsu politik sekelompok
Oligarki bernama Koalisi Merah-Putih (KMP) di DPR RI. Hasrat mereka untuk mempertahankan kekuasaan telah mengebiri hak
politik rakyat untuk memilih kepala daerahnya sendiri secara langsung. Dengan
disahkannya UU Pilkada oleh Rapat Paripurna DPR kemarin, kini 250 juta jiwa rakyat Indonesia harus merelakan kepala-kepala
daerah mereka dipilih oleh DPRD kembali seperti 10 tahun yang lalu. Ini adalah
sebuah kemunduran, karena pada dasarnya Pemilukada secara langsung adalah
koreksi dari pemilihan melalui DPRD yang telah dipraktekkan sebelumnya.
Jika dibiarkan konsekuensi produk hukum ini
benar-benar terlaksana, rakyat Indonesia akan kehilangan banyak hal, seperti: (1) Hilangnya kesempatan bagi orang jujur, bersih, berintegritas, tanpa catatan pelanggaran HAM, dan bukan produk Oligarki, untuk berkontestasi
menjadi pemimpin lokal; (2) Hilangnya kesempatan bagi gerakan rakyat yang progresif dari
sektor buruh, tani, dll. untuk bereksperimen merebut kekuasaan di tingkat lokal; (3) Hilangnya
kesempatan rakyat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan politik,
spesifiknya dalam alokasi dan distribusi sumber daya sebagai elemen dasar
demokrasi; (4) Hilangnya keterikatan langsung kepala daerah dengan warga yang
memilihnya secara langsung, yang belakangan ini berkontribusi memungkinkan
pengawasan ketat oleh rakyat, sehingga kebijakan populis sebagai dampaknya
dapat terwujud di berbagai daerah; (5) Hilangnya tren kepala daerah yang demi kepentingan publik berani melawan kepentingan Oligarki karena
didukung secara riil oleh warga yang memilihnya secara langsung; (6) Hilanglah tren kewargaan
aktif
atau kerelawanan yang belakangan ini meningkatkan kesadaran
politik rakyat dan menjadi rute pendalaman praktik berdemokrasi; (7) Hilangnya tren reformasi birokrasi daerah yang belakangan ini
berperan memberantas PNS-PNS nakal dan meningkatkan pelayanan public; dan (8) Hilangnya celah untuk memperdalam demokrasi prosedural seperti re-call, referendum, hak veto rakyat, dan penganggaran partisipatoris.
Hakikat UU
Pilkada adalah Kebangkitan Oligarki
Neo Orba
Sangat nyata bahwa UU Pilkada adalah pukulan balik
dari Oligarki demi menjaga kepentingan bisnis-politiknya dan tidak
menginginkan demokrasi di Indonesia terus menumbuh. Oligarki yang dimaksud di
sini adalah para elit yang terdiri dari para konglomerat, para politisi, dan
para jendral yang kepentingan bisnis dan politiknya saling berkelindan, sehingga politik yang dijalankan hanya digunakan untuk
perlindungan diri dan kekayaannya. Untuk itu, politik
digunakan secara spesifik sebagai upaya pelayanan diri mereka sendiri. Mereka semua adalah anak didik rezim Orde Baru. Kerajaan bisnisnya telah
dirintis sejak era Orde Baru, dan bisa menggurita tidak terlepas dari KKN yang
menjamur sejak era tersebut. Pasca Orde Baru yang sentralistis runtuh dan
situasi politik bertransormasi menjadi desentralisasi, Oligarki tidak
serta merta hilang, melainkan mereka dengan
licin menyesuaikan diri dengan menguasai kembali konsesi-konsesi bisnis di
daerah-daerah bersama raja-raja kecil.
Setelah 15 tahun demokratisasi berjalan, rupanya
mereka telah berhasil mengkonsolidasikan diri mereka
kembali untuk mengkonkretkan tatanan politik Orba yang sejak dulu melayani mereka. Melalui KMP,
mereka membuktikan bahwa segala kekhawatiran aktivis pro-demokrasi semasa
kampanye Pilpres bukanlah isapan jempol belaka. Setelah menggolkan UU MD3 dan
UU Pilkada, mereka mulai mewacanakan Pilpres Tidak Langsung, pembubaran MK, dan
pelemahan KPK. Semua ini adalah produk Reformasi yang sedikit banyak
menyulitkan permainan politik mereka. Bagi mereka, semakin baik jika politik
semakin terpisahkan dari kehidupan sehari-hari tiap warga negara dan terlokalisasi hanya menjadi urusan segelintir elit pejabat, dan bukan urusan rakyat
banyak. Dengan
begitu akan semakin memudahkan mereka untuk mengontrol politik sedemikian
rupa, menggerogoti APBN, memperkaya kelompok sendiri, dan
menindas rakyat banyak.
UU Pilkada Bukan
Sebatas Persoalan Hukum; Ini Soal Politik!
Berdasar ulasan singkat di atas, alangkah terang
benderangnya bahwa persoalan UU Pilkada ini bukanlah sebatas masalah hukum,
melainkan masalah politik. Ia tidak lebih dari sebuah perebutan kekuasaan. Lebih jelasnya, antara Oligarki melawan rakyat
banyak. Bahkan, bukan persoalan antara dua capres atau antara dua
kumpulan parpol. Ini adalah persoalan apakah Oligarki akan menang dan demokrasi
Indonesia akan mundur, atau rakyat banyak yang menang dan demokrasi Indonesia
semakin maju menumbuh dan mendalam.
Persoalan ini terlepas dari apakah UU Pilkada
bertentangan atau tidak dengan budaya Indonesia, Sila Ke-4, Demokrasi
Pancasila, atau tafsir MK atas Konstitusi, bahkan terlepas juga dari apakah
secara prosedural pengesahan UU Pilkada yang tidak mencapai kuorum DPR itu, sah secara hukum. Uji Materi ke MK jangan menjadi
langkah final, begitu juga
tak perlu terlalu mempersoalkan masalah prosedural
pengambilan keputusan yang sudah terjadi. Apakah, andai saja dan harusnya
tidak, MK menolak Uji Materi, lantas kita harus berhenti berjuang merebut
kembali demokrasi dari segelintir Oligarki? Apakah, andai saja secara
prosedural pengambilan keputusan memang bermasalah, Oligarki tidak bisa dengan
mudahnya mengulang proses tersebut dan lalu meraih hasil yang sama dengan yang
sekarang?
Perjuangan merebut kembali hak memilih langsung kepala
daerah jangan dikanalisasi hanya pada persoalan di atas saja, karena ia bukan virus penyebab penyakitnya,
melainkan hanya salah satu gejala. Virus yang sejati yang harus ditumpas adalah Oligarki yang
ingin mempertahankan diri dari hantaman demokratisasi di Indonesia.
Karena itu, kami Serikat Mahasiswa Progresif
Universitas Indonesia dengan ini menyatakan sikap sekaligus menyerukan
untuk:
1. Tolak UU Pilkada
sebagai
bentuk dari akal-akalan Oligarki!
2. Kembalikan hak
rakyat untuk memilih langsung kepala daerahnya!
3. Perjuangkan
pendalaman demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial yang berkeadilan sosial!
4. Menyerukan
kepada mahasiswa, buruh, tani, dan sektor gerakan rakyat
lainnya, untuk
terlibat dan bersatu dalam merebut kembali dan
memperjuangkan hak dan kepentingan politik kita semua!
Depok, 3 Oktober 2014
Serikat
Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia
Serikatmahasiswaprogresif.blogspot.com
0857 9049 9259
@SemarUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar