Oleh Syavira Wahyuni, Mahasiswa Vokasi UI 2014 dan Anggota SEMAR UI
“Hidup Korban !” “Jangan Diam !”
“Hidup Korban !” “Jangan Diam !”
“Jangan
Diam !” “Lawan !”
“Jokowi-JK
!” “Hapus Impunitas !”
Itulah
jargon-jargon yang kami terus teriakan selama mengikuti dan memperingati
SEWINDU AKSI KAMISAN yang diselenggarakan didepan Istana Negara pada hari Kamis , 22 Januari
2015.
Ini merupakan
kali pertama saya dalam mengikuti Aksi Kamisan, berhubung saya merupakan anggota baru
dari organisasi Serikat Mahasiswa Progressif Universitas Indonesia atau yang dikenal sebagai SEMAR UI. Menurut sejarahnya
itu sendiri, Aksi Kamisan ini bermula pada tanggal 18 Januari 2007 yang
diilhami dari apa yang dilakukan oleh para ibu-ibu di Argentina tahun 1970-an yang menekan
pemerintah akan kasus anak-anaknya yang hilang. Aksi Kamisan ini pun merupakan
aksi damai yang memiliki tujuan yang sama yaitu menekan pemerintah agar
mengusut, menguak kebenaran, menolak lupa dan menegakkan keadilan bagi para
korban kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Untuk saya
prbadi sebagai seorang mahasiswa
yang baru mengikuti aksi ini, Aksi Kamisan merupakan salah satu aksi yang
memiliki sangat banyak simpatisan diantaranya, aktivis HAM, mahasiswa, para
keluarga korban, selebritis, serta para penggiat
aksi kamisan yang sudah lanjut usia. Antusiasme dan
semangat mereka yang menggebu-gebu dalam memperjuangkan keadilan patut diacungi
jempol, khususnya para keluarga korban dan penggiat aksi kamisan
yang telah lanjut usia.
Mereka melakukan orasi
dan sesekali mengutarakan keinginan mereka dengan penuh semangat agar keinginan
mereka dapat didengar.
Namun, tentu tidak hanya didengar tapi diusut
sampai tuntas oleh para pemegang kekuasaan. Semangat saya pun semakin timbul
ketika bentuk solidaritas mereka dalam berpakaian serba hitam, berpayung hitam,
menggelar spanduk, foto korban, berjalan keliling Istana sambil membunyikan
kentongan yang tujuannya untuk “membangunkan” para penguasa didalam Istana
untuk membongkar kekejaman para pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.
Mungkin bagi
sebagian orang aksi ini hanyalah kegiatan yang membuang-buang waktu dan tenaga,
namun menurut saya itu adalah pemahaman yang salah! Karena, kasus-kasus
pelanggaran HAM yang telah terjadi di Indonesia merupakan salah satu sejarah
besar bagi bangsa ini dan belum menemukan titik akhir dari penyelesaian
masalah. Faktanya, mereka telah lupa akan nasib dan keberlangsungan hidup para
korban dan keluarganya. Bahkan mirisnya, mungkin dimasa ini generasi muda tidak
banyak yang tahu akan adanya peristiwa 1965/1966, peristiwa Tanjung Priok 1984,
Talangsari 1989, Penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998, tragedi Trisakti
1998, peristiwa Mei 1998, Semanggi 1998/1999. Maka dari itu, aksi ini juga sering
disebut sebagai aksi menolak lupa dan melawan
impunitas. Aksi Kamisan akan tetap melanjutkan
aksi di setiap kamis sampai
kasus-kasus pelanggaran HAM terdahulu memperoleh
keadilan dan kebenaran, hingga dapat dituntaskan oleh
pemerintah Indonesia.
Di era modern
ini, generasi muda hendaknya harus berperan aktif dalam menanggapi setiap permasalahan
yang terjadi di dalam bangsa ini, khususnya masalah sosial dan politik yang
akhir-akhir ini ramai diperbincangkan dan menjadi sorotan publik. Peran kita
sangat penting untuk membangun negara ini supaya lebih baik dan berharap agar
nantinya kita bisa mengambil alih kekuasaan/duduk di bangku pemerintahan yang
selama ini diduduki oleh pihak-pihak yang bertindak sewenang-wenang, menzolimi,
dan mengkhianati rakyat. Dengan begitu kita bisa memajukan negara ini dengan
berasaskan Pancasila dan tidak sekali-kali melupakan sejarah. Seperti salah
satu pidato Ir.Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1966 “Jangan sekali-kali melupakan sejarah (JASMERAH)”.
Dan untuk kasus HAM ini, kami percaya bahwa pada akhirnya keadilan akan menang. Hidup Korban! Jangan Diam! Lawan!
Hidup mahasiswa!!!
BalasHapusHidup mahasiswa!!!
BalasHapus