by George Ashley, Sheffield Marxist Society
Pengantar Redaksi:
Artikel
ini diterbitkan oleh redaksi blog SEMAR UI karena konteks kesamaan kondisi yang
dialami mahasiswa di dalam kampus. Artikel di bawah ini mengambil konteks pendidikan
tinggi di Inggris, dimana austerity (pengetatan biaya sosial) telah merambah
ranah pendidikan. Sehingga, privatisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi menjadi
hal yang tak terelakan. Situasi sulit itu kemudian diikuti dengan pinjaman
lunak kepada mahasiswa (student soft loan) yang dianggap sebagai solusi. Hal
demikian kemudian terbukti gagal untuk menyediakan akses yang merata dalam pendidikan
tinggi bagi seluruh warga negara. Menjadi ironis kemudian saat privatisasi
pendidikan tinggi tersebut, diikuti dengan gegap gempita oleh negara-negara
berkembang dibawah bimbingan World Bank dan IMF sebagai jalan menuju
keselamatan. Artikel ini harus menjadi pelajaran bagi kita, dari mereka yang
telah lebih dulu menerapkan privatisasi pendidikan tinggi, dimana hal itu akan
dan sudah diterapkan di Indonesia dengan payung hukum UU No. 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi.
Ketika saya sedang
menjual koran Sosialis di pusat Sheffield akhir pekan ini, seorang pria tua
memberitahu bahwa saya akan mengubah pikiran tentang Sosialisme ketika usia saya semakin
tua dan mulai mendapatkan upah. Prospek pekerjaan yang bergaji rendah atau bahkan
tidak dapat pekerjaan sama sekali, yang biasanya dihadapi mahasiswa saat baru
lulus, sering diulang-ulang hingga menjadi satu hal yang kosong.
Sebagai ukuran kesuksesan
ekonomi, prospek kerja para sarjana saat ini tengah terjun bebas – sebuah tren
yang diperkirakan akan terus berlangsung hingga generasi mahasiswa sekarang
lulus. Bahkan seorang lulusan yang relatif beruntung untuk masuk dalam
pekerjaan terampil (skilled jobs)
juga ikut menghadapi prospek gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan
pekerjaan yang sama pada 5 tahun lalu.
The
Financial Times baru-baru ini
melaporkan bahwa pendapatan fresh
graduate di Inggris telah turun 12 persen sejak krisis ekonomi, dan akan
terus turun selama beberapa tahun yang akan datang. Hampir 30 persen dari
lulusan Inggris bekerja pada sektor pekerjaan dengan upah rendah dan tidak mampu
melunasi pinjaman mahasiswa mereka. Dan, 17 persen dari mereka menganggur.[1]
Pada saat yang sama, utang mahasiswa telah meningkat rata-rata 60 persen per sarjana.
Pemerintah saat ini
memiliki rencana untuk memotong £ 350 juta tunjangan kepada siswa miskin
setelah pemilu yang akan datang.[2]
Ini adalah tunjangan yang ditawarkan sebagai konsesi untuk meringankan hati
nurani para menteri Liberal Demokrat yang melanggar janji NUS (National Union
of Students) yang mereka tandatangani sendiri. Tiga tahun kemudian, mereka
menghadapi pemangkasan APBN, termasuk dana yang seharusnya terjaga rapat-rapat:
Pendidikan Tinggi dan Penelitian!
Generasi sebelumnya, bisa
mengukur standar orang tua mereka dan kakek-neneknya hidup dengan melihat
peningkatan kesejahteraan yang jelas dari waktu ke waktu. Para mahasiswa hari ini dan besok
tidak memiliki kemewahan itu.
Kenyataan yang sarjana rasakan saat ini, sangat jauh dari wacana bahwa biaya kuliah yang naik
tiga kali lipat dapat menjamin pendapatan mahasiswa yang lebih tinggi. Demikian
juga dengan mitos bahwa para kaum miskin dapat merasakan manfaat dari
pemotongan dana bantuan mahasiswa.
Hal ini menjadi jelas
bagi kita semua bahwa setiap reformasi beracun dari sistem universitas
yang kita terima saat ini, semata-mata adalah langkah menuju
privatisasi penuh sektor pendidikan. Perguruan Tinggi semakin menyerupai
perusahaan swasta dalam penjajaran gaji kotor para eksekutif mereka, yang
diikuti dengan kegagalan untuk membayar upah layak para staf.
Mahasiswa tidak dapat begitu saja mengabaikan kenyataan yang dihadapinya. Hutang seumur hidup, upah diperas,
pemotongan besar-besaran untuk pelayanan publik dan standar hidup yang lebih
rendah dari generasi sebelumnya adalah apa yang kapitalisme tawarkan saat ini.
Namun, keadaan mahasiswa
sekarang dan yang baru lulus tidaklah hanya sebatas itu. 12 persen penurunan
pendapatan pada fresh graduate,
sesungguhnya dengan erat mencerminkan 13 persen pemotongan dana yang dirasakan
para pekerja sektor publik sejak 2008.
Ketika David Cameron
tengah mengibarkan terbitnya penghematan yang bersifat permanen dari singgasana
emasnya, beberapa perusahaan utilitas privat mengumumkan kenaikan harga dan dengan
hati-hati, menaikkan laba.
Krisis ekonomi saat ini
adalah kontradiksi mendasar dari sistem kapitalis. Jelas kapitalisme tidak bisa
lagi untuk tidak mengorbankan negara kesejahteraan (welfare
state) atau standar hidup yang relatif nyaman untuk kelas pekerja.
Setelah kelas pekerja
mengontrol perekonomian, kita bisa mengakhiri kondisi gaji rendah dengan
segera. Kita harus berinvestasi dalam program APBN secara besar-besaran untuk
pendidikan, menyediakan semua mahasiswa dengan tunjangan hidup dan menjamin adanya
lapangan pekerjaan bagi semua.
Kita harus berjuang
untuk nasionalisasi komando ekonomi di bawah kontrol demokratik buruh. Tujuan
itu tidak dapat dicapai dengan aktivis kampus saja. Mahasiswa
harus berelasi dengan gerakan buruh yang lebih luas!
Diterjemahkan
oleh Yanuar Farhanditya, Mahasiswa FIB UI dan anggota SEMAR UI.
Tulisan
di atas diterjemahkan dari artikel yang berjudul, “We Need Sosialism to Secure
Our Future”, yang diambil dari http://marxiststudent.com/we-need-socialism-to-secure-our-future/. Diterjemahkan dengan tidak mengurangi
substansi isi dari artikel.
[1]
O’Connor,
Sarah. “Lost Generation struggles as pay plunges.” Financial Times [London] 19
Nov. 2013: 1. Print.
[2]
Ryan,
Ă“rla. “Poorest students face £350m cut in grants.” The Guardian. N.p., 22 Nov.
2013. Web. 25 Nov. 2013.
<http://www.theguardian.com/education/2013/nov/22/poorest-students-face-350m-cuts>.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar