Kamis, 05 Februari 2015

Kita Butuh Sosialisme untuk Menjamin Masa Depan

by George Ashley, Sheffield Marxist Society

Pengantar Redaksi:
Artikel ini diterbitkan oleh redaksi blog SEMAR UI karena konteks kesamaan kondisi yang dialami mahasiswa di dalam kampus. Artikel di bawah ini mengambil konteks pendidikan tinggi di Inggris, dimana austerity (pengetatan biaya sosial) telah merambah ranah pendidikan. Sehingga, privatisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi menjadi hal yang tak terelakan. Situasi sulit itu kemudian diikuti dengan pinjaman lunak kepada mahasiswa (student soft loan) yang dianggap sebagai solusi. Hal demikian kemudian terbukti gagal untuk menyediakan akses yang merata dalam pendidikan tinggi bagi seluruh warga negara. Menjadi ironis kemudian saat privatisasi pendidikan tinggi tersebut, diikuti dengan gegap gempita oleh negara-negara berkembang dibawah bimbingan World Bank dan IMF sebagai jalan menuju keselamatan. Artikel ini harus menjadi pelajaran bagi kita, dari mereka yang telah lebih dulu menerapkan privatisasi pendidikan tinggi, dimana hal itu akan dan sudah diterapkan di Indonesia dengan payung hukum UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 


Ketika saya sedang menjual koran Sosialis di pusat Sheffield akhir pekan ini, seorang pria tua memberitahu bahwa saya akan mengubah pikiran tentang Sosialisme ketika usia saya semakin tua dan mulai mendapatkan upah. Prospek pekerjaan yang bergaji rendah atau bahkan tidak dapat pekerjaan sama sekali, yang biasanya dihadapi mahasiswa saat baru lulus, sering diulang-ulang hingga menjadi satu hal yang kosong.

Sebagai ukuran kesuksesan ekonomi, prospek kerja para sarjana saat ini tengah terjun bebas – sebuah tren yang diperkirakan akan terus berlangsung hingga generasi mahasiswa sekarang lulus. Bahkan seorang lulusan yang relatif beruntung untuk masuk dalam pekerjaan terampil (skilled jobs) juga ikut menghadapi prospek gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang sama pada 5 tahun lalu.

The Financial Times baru-baru ini melaporkan bahwa pendapatan fresh graduate di Inggris telah turun 12 persen sejak krisis ekonomi, dan akan terus turun selama beberapa tahun yang akan datang. Hampir 30 persen dari lulusan Inggris bekerja pada sektor pekerjaan dengan upah rendah dan tidak mampu melunasi pinjaman mahasiswa mereka. Dan, 17 persen dari mereka menganggur.[1] Pada saat yang sama, utang mahasiswa telah meningkat rata-rata 60 persen per sarjana.

Pemerintah saat ini memiliki rencana untuk memotong £ 350 juta tunjangan kepada siswa miskin setelah pemilu yang akan datang.[2] Ini adalah tunjangan yang ditawarkan sebagai konsesi untuk meringankan hati nurani para menteri Liberal Demokrat yang melanggar janji NUS (National Union of Students) yang mereka tandatangani sendiri. Tiga tahun kemudian, mereka menghadapi pemangkasan APBN, termasuk dana yang seharusnya terjaga rapat-rapat:  Pendidikan Tinggi dan Penelitian!

Generasi sebelumnya, bisa mengukur standar orang tua mereka dan kakek-neneknya hidup dengan melihat peningkatan kesejahteraan yang jelas dari waktu ke waktu. Para mahasiswa hari ini dan besok tidak memiliki kemewahan itu.

Kenyataan yang sarjana rasakan saat ini, sangat jauh dari wacana bahwa biaya kuliah yang naik tiga kali lipat dapat menjamin pendapatan mahasiswa yang lebih tinggi. Demikian juga dengan mitos bahwa para kaum miskin dapat merasakan manfaat dari pemotongan dana bantuan mahasiswa.

Hal ini menjadi jelas bagi kita semua bahwa setiap reformasi beracun dari sistem universitas yang kita terima saat ini, semata-mata adalah langkah menuju privatisasi penuh sektor pendidikan. Perguruan Tinggi semakin menyerupai perusahaan swasta dalam penjajaran gaji kotor para eksekutif mereka, yang diikuti dengan kegagalan untuk membayar upah layak para staf.

Mahasiswa tidak dapat begitu saja mengabaikan kenyataan yang dihadapinya. Hutang seumur hidup, upah diperas, pemotongan besar-besaran untuk pelayanan publik dan standar hidup yang lebih rendah dari generasi sebelumnya adalah apa yang kapitalisme tawarkan saat ini.

Namun, keadaan mahasiswa sekarang dan yang baru lulus tidaklah hanya sebatas itu. 12 persen penurunan pendapatan pada fresh graduate, sesungguhnya dengan erat mencerminkan 13 persen pemotongan dana yang dirasakan para pekerja sektor publik sejak 2008.

Ketika David Cameron tengah mengibarkan terbitnya penghematan yang bersifat permanen dari singgasana emasnya, beberapa perusahaan utilitas privat mengumumkan kenaikan harga dan dengan hati-hati, menaikkan laba.

Krisis ekonomi saat ini adalah kontradiksi mendasar dari sistem kapitalis. Jelas kapitalisme tidak bisa lagi untuk tidak mengorbankan negara kesejahteraan (welfare state) atau standar hidup yang relatif nyaman untuk kelas pekerja.

Setelah kelas pekerja mengontrol perekonomian, kita bisa mengakhiri kondisi gaji rendah dengan segera. Kita harus berinvestasi dalam program APBN secara besar-besaran untuk pendidikan, menyediakan semua mahasiswa dengan tunjangan hidup dan menjamin adanya lapangan pekerjaan bagi semua.

Kita harus berjuang untuk nasionalisasi komando ekonomi di bawah kontrol demokratik buruh. Tujuan itu tidak dapat dicapai dengan aktivis kampus saja. Mahasiswa harus berelasi dengan gerakan buruh yang lebih luas!


Diterjemahkan oleh Yanuar Farhanditya, Mahasiswa FIB UI dan anggota SEMAR UI. 

Tulisan di atas diterjemahkan dari artikel yang berjudul, “We Need Sosialism to Secure Our Future”, yang diambil dari http://marxiststudent.com/we-need-socialism-to-secure-our-future/.  Diterjemahkan dengan tidak mengurangi substansi isi dari artikel.  




[1] O’Connor, Sarah. “Lost Generation struggles as pay plunges.” Financial Times [London] 19 Nov. 2013: 1. Print.
[2] Ryan, Ă“rla. “Poorest students face £350m cut in grants.” The Guardian. N.p., 22 Nov. 2013. Web. 25 Nov. 2013. <http://www.theguardian.com/education/2013/nov/22/poorest-students-face-350m-cuts>.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar