Ini merupakan wawancara
lama Aris Ikhwanto (Ariza Bhagaskara) dengan ayahanda Yun Hap, Yap Pit Seng
(alm.), dan ibundanya, Hu Kim Ngo, pada 2010. Wawancara ini pernah dimuat dalam
majalah Mimbar Politik, Edisi 68, tahun 2010. Sekarang ini, Yap Pit Seng sudah
meninggal dunia. Ia wafat pada 15 September 2012. Adapun kasus Yun Hap, sama
seperti kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya di Indonesia, masih menggantung
sampai saat ini.
Naskah: Aris Ikhwanto
Tanggal 24 September 1999, ribuan mahasiswa dan rakyat
melakukan aksi menentang UU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB), karena
dianggap akan mengembalikan militerisme di Indonesia. Pecah pertempuran antara
mahasiswa dan rakyat dengan aparat keamanan. Di Jakarta, 11 orang gugur
tertembak dan 217 luka-luka. Di antara yang gugur adalah Yap Yun Hap, mahasiswa
Fakultas Teknik UI, yang meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma
Jaya. Berikut hasil wawancara wartawan Mimbar Politik, Aris Ikhwanto, dengan
ayahanda Yun Hap, Yap Pit Seng (62), dan ibundanya, Hu Kim Ngo (59), di
kediaman mereka di Jakarta (10/9).
Bisa diceritakan
sedikit tentang Yun Hap?
Yun Hap adalah anak yang berprestasi dan sangat membanggakan
saya sebagai orang tuanya. Yun Hap sendiri memiliki semangat untuk membela yang
lemah dan itu sudah terlihat sejak Yun Hap masih kecil. Dia lahir di Pangkal
Pinang pada tanggal 17 Oktober 1977. Dia anak pertama dari tiga bersaudara.
Adiknya, Yunyi, kini sudah menyelesaikan pendidikan S2-nya di Universitas Esa
Unggul, dan Liana yang sekarang sedang menempuh pendidikan S1 Arsitek di Binus.
Yun Hap adalah sosok yang pendiam dan pintar.
Prestasi Yun Hap
seperti apa?
Prestasinya luar biasa. Sejak SD sampai SMA selalu meraih
peringkat tiga besar. Sewaktu bersekolah di SD Tanjung Duren 08 Petang, Yun
Hap, dari kelas satu sampai enam, selalu meraih peringkat di tiga besar, tetapi
Yun Hap lebih sering meraih peringkat dua. Ia juga meraih hasil Ebtanas
tertinggi. Di SMPN 89, Yun Hap juga terbaik dengan tidak absennya ia dari
peringkat tiga besar. Ketika di SMAN 78, hasil Ebtanas Yun Hap terbaik kedua di
sekolahnya.
Bagaimana dengan
keseharian Yun Hap?
Yun Hap sangat mengerti dengan keadaan orang tuanya yang
serba apa adanya. Sewaktu dia masih kecil, dia tidak rewel dan makan apa
adanya. Dia juga sering membantu ibunya membuatkan susu kacang. Ketika selesai
membantu orang tua, ia lantas bergegas untuk belajar dan membaca buku. Yun Hap
sendiri mendapatkan beasiswa untuk sekolah ke Singapura, tapi tidak jadi
berangkat karena ketiadaan biaya dari kedua orang tuanya, Tetapi Yun Hap tidak
patah arang dan terus berusaha sampai pada akhirnya ia mengikuti tes untuk
melanjutkan studinya di Universitas Indonesia.
Kami sebagai orang tua merasa bangga apabila anak kami dapat
menjadi anak yang pintar dan sangat respect
terhadap orang tua. Yun Hap sendiri lebih senang membela kaum tertindas seperti
orang miskin dan masyarakat yang terpinggirkan. Dia bangga jadi rakyat
Indonesia keturunan dan lebih memiliki hati untuk membela bangsa pribumi
dibandingkan masyarakat pribumi asli. Semangat Yun Hap untuk membela sesama
jauh lebih aspiratif dan frontal. Dengan mengumpulkan dana perjuangan dari
teman-temannya, Yun Hap menggalang kekuatan untuk hidup dan membantu mengurangi
kemiskinan yang dirasakan oleh masyarakat yang terpinggirkan. Semangatnya tidak
kunjung padam dan masih saya rasakan sampai saat ini
Bisa diceritakan
tentang peristiwa Semanggi II yang menyebabkan gugurnya Yun Hap?
Sewaktu di Trisakti, Yun Hap sudah ikut melakukan
demonstrasi di sana. Pihak keamanan pada saat itu menggunakan peluru tajam dan
saya lihat selongsong peluru tajamnya. Bohong jika pada saat itu militer
menggunakan peluru hampa. Waktu Semanggi I, dia tidak mau ikut karena ada
peraturan bahwa jika ingin menurunkan presiden, maka akan digantikan oleh wakil
presidennya. Kalau mau menurunkan wakil presidennya juga sangat beresiko, oleh
karena itu dia tidak ikut dalam aksi tersebut.
Kala itu ada desakan dari pemerintahan transisi untuk
mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang
materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer
untuk memperlakukan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah
mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB, karena peraturannya sudah lunak. Tapi mahasiswa pada
saat itu, termasuk Yun Hap, tidak terima adanya kepanjangan tangan rezim Orba.
Pada 23 September 1999, sekitar pukul 18.00 sore, Yun Hap
menelpon ke rumahnya, minta izin kepada kami, tidak bisa pulang, karena masih
ada di Semanggi. Padahal saat itu, saya menyuruh Yun Hap untuk pulang ke rumah,
tapi Yun Hap urung pulang juga. Tanggal 24 september 1999, sekitar pukul 08.00
pagi, Yun Hap kembali menghubungi rumahnya, dan saya kembali menjawab telepon
Yun Hap. Saya tanya, kapan kamu pulang? Dia menjawab, iya sebentar lagi saya
pulang. Dengan tenang saya tinggal pergi ke kantor.
Tidak lama dari komunikasi tersebut, saya ditelpon dari
kantor kalau kantor saya kebobolan dijarah. Saya bingung. Di situlah saya loss contact dengan Yun Hap, karena
pikiran saya terbagi dua. Sekitar pukul 23.00 malam, saya mendapat kabar dari
seorang mahasiswa UI yang memberitahu ke rumah bahwa Yun Hap telah tiada.
Jenazahnya ada di RSCM. Kemudian kami sekeluarga pergi sekitar jam 00.00 malam
menuju RSCM. Saya sudah yakin sejak pagi, karena ada kontak bathin antara saya
dengan Yun Hap sejak pagi harinya bahwa anak ini akan meninggalkan kami semua.
Kemudian, sekitar jam 02.00 pagi, kami semua terkejut dengan
kedatangan beberapa mobil yang mau menculik jenazah anak saya. Untung saja kami
masih dilindungi, di mana pada saat itu ada Munir, Edi Sasono dan rekan-rekan
pers dan mahasiswa. Jadi mayat anak saya tidak jadi diculik atau dihilangkan
pada saat itu, yang tujuannya cuma mengaburkan masalah yang ada. Waktu saya
bertemu dengan Wiranto pada saat itu di Gedung DPR, Wiranto sendiri mengakui
bahwa pembuktian memang sudah ada. Tapi sampai sekarang penegakan hukumnya
mana? Penembaknya adalah anggota ABRI, orang Ambon, katanya sudah diadili, tapi
mana? Memang anak saya binatang? Tidak jelas.
Apa anda yakin bahwa
kasus Semanggi II akan terungkap?
Tidak yakin, karena Presiden sekarang maupun presiden dari zamannya
Megawati, saya lihat kurang tegas dan kurang berani. Karena banyak kepentingan
dalam pengungkapan kasus Semanggi II ini. Sebagai awalan, saya diundang makan
malam dengan Presiden Megawati dan ia sangat kaget ketika saya duduk satu meja
dengan keluarga saya. Tiba-tiba mulut saya tak bisa dikontrol lagi ketika saya
bicara tentang pengungkapan kasus semanggi II yang menyebabkan nyawa anak saya
melayang. Mega pun menjawab dengan nada rendahnya. Pak, saya turut prihatin
dengan keadaan keluarga bapak. Habis bagaimana lagi, saya apa mesti melawan
bapak (Taufik Kiemas), apa saya harus lawan ABRI. Tidak harus begitu setiap
permasalahan. Kita cari jalan keluarnya ya Pak. Mulai dari situ, saya tidak
yakin kalau kasus Semanggi II ini akan diungkap oleh Megawati.
Mungkinkah SBY
mengungkap kasus Semanggi II?
Saya tidak yakin, karena presiden SBY adalah presiden yang
masih takut. Dia cenderung lemah dalam bersikap, terutama dalam bidang hukum.
Tapi dalam bidang ekonomi, saya melihat sudah cukup baik. Sebenarnya kasus ini
bisa terungkap asal ada niat dari pemimpinnya.
Apa harapan anda
terhadap pengungkapan kasus Semanggi II?
Adapun harapan saya adalah keadilan harus ditegakkan
seadil-adilnya. Kita tidak meminta apa-apa, kami hanya ingin keadilan.
Katakanlah yang putih itu putih dan yang hitam adalah hitam.
------------------------------------------------------------
Bagi kami kau tak hilang tanpa bekas, tidak
Hari ini tumbuh dari masamu
Tangan kami yang meneruskan
Kerja agung jauh hidupmu
Kami tancapkan kata mulia hidup penuh harapan
Suluh dinyalakan dalam malammu
Kami yang meneruskan kepada pelanjut angkatan
(Henriette Roland Holst)
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar