Minggu, 20 April 2014

Orde Baru dan Kebangkitan Zombie dari Masa Lalu

Oleh Dwiki Dimas, anggota SEMAR UI, Fakultas Hukum 2013

Sejarah kita pernah berbicara tentang manusia yang berpuluh tahun berkuasa, tangannya besi, kata yang keluar adalah titah, dan lakunya membikin rakyatnya sengsara. Pada masanya pula, isi kepala setiap manusia Indonesia diborgol bahkan dibelenggu untuk tak bisa berpikir apa-apa.  Dan bila cara itu gagal, masih ada tubuh yang bisa Ia siksa dan lucuti hak-hak dasarnya. Segalanya dilakukan demi melenggangkan kekuasaan, demi kepentingan dia dan orang-orang yang menjilatnya.


Masa itu kita kenal dengan Orde Baru. Zaman dimana generasi saat ini begitu merindukannya akibat dari buaian ilusi yang dipropagandakan secara massif. Gembar-gembor akan kemajuan negeri yang signifikan begitu saja ditelan mentah-mentah manusia yang hidup di Indonesia hari ini. Namun, tentu kita tak bisa menyalahkan mereka. Sekali lagi, ini adalah bentuk  kebiadaban Orde Baru yang membunuh memori kolektif kita dan menghidupkan kembali dengan rupa yang telah dimanipulasi: enakkan zamanku, tho?

Motif terbesar dibalik kebiadaban rezim Orde Baru adalah motif ekonomi. Cendana, mungkin adalah tempat paling sakral bagi para pengusaha hitam dalam usaha menguasai pasar, dalam usaha mengeruk keuntungan, dalam usaha menjadikan dirinya penguasa-penguasa kecil. Tentu dalam penghambaan ini, akan ada mereka yang tersisihkan dan termarjinalkan akibat kebijakan penguasa yang hanya berpihak pada mereka yang memiliki nilai tawar ekonomi yang tinggi. Kesepakatan politik guna memuluskan kepentingan ekonomi adalah sesuatu yang sangat wajar di masa itu (dan tentu hingga saat ini).

Kekuasaan yang langgeng takkan lepas dari keberadaan militer yang mendukung di belakangnya. Tentu, pihak militer dalam mendukung kekuasaan ini tidaklah cuma-cuma. Tak ada makan siang yang gratis. Ada banyak kepentingan yang menggerakkkan di belakang mereka, mulai dari motif kekuasaan hingga ekonomi. Sama dengan para penguasa hitam, motif yang paling nampak adalah motif ekonomi, mengingat pada masa itu ABRI memiliki peran yang memiliki akses yang luas terhadap penguasaan sumber daya alam.

Pada akhirnya, jika kekuasaan didasarkan pada bagaimana berkuasa dan menjadi penguasa bukanlah demi kepentingan rakyat, kekuasaan tersebut tentu takkan bertahan lama. Ketika rakyat semakin sengsara dengan permainan penguasa, aksi massa adalah jalan untuk menggugat keadilan. Ketika bobroknya negeri ini dibawah Orde Baru begitu nyata, tak ada lagi alasan untuk tak menggulingkan kekuasaan. Rakyat membuat sejarah.

Kebenaran tak dapat disembunyikan, ilusi itu mulai terkuak, rakyat juga muak. Reformasi 1998 adalah akhir dari Orde Baru, kuburan bagi kekejaman dan kebiadan penguasa berserta kroninya. Mereka telah mati dan perjuangan rakyat untuk menuju kehidupan yang lebih demokratis telah sampai pada titik baru, titik yang penuh harapan akan perubahan besar pada sistem kekuasaan yang ada.

Reformasi merupakan potensi untuk manusia Indonesia bisa hidup dengan utuh dan tak lagi menjadi permainan para penguasa. Tapi apa yang kita temui kini? oligarki yang seharusnya mati malah kembali dan menghantui bangsa ini. Mereka membentuk kembali dirinya dengan pakaian berbeda. Dari mereka yang awalnya berpatron langsung kepada sang penguasa, kini  mereka menjadi aktor langsung dalam sistem demokrasi pasca reformasi. Sistem yang seharusnya kita miliki, bukan mereka.

Jamak kita temui para bekas pengusaha hitam di masa Orde Baru yang melakukan infiltrasi kepada partai tertentu dan langsung menduduki jabatan strategis pada suatu partai. Otonomi Daerah, juga tak luput mereka manfaatkan untuk menghidupkan diri mereka kembali. Biasanya, modus operandi mereka adalah menjadi pemodal bagi calon-calon kepala daerah dan bahkan tak sedikit dari mereka yang menjadi calon kepala daerah dalam pemilihan. Keberadaan mereka tak lagi terpusat dan berpatron pada Jendral Fasis Suharto seperti yang dilakukan mereka pada masa Orde Baru. Kini, mereka berdiaspora, membajak demokrasi untuk kepentingan mereka sendiri. Tujuan mereka tak beda dengan masa lalu, ya oleh karena itulah mereka pantas kita sebut zombie. Mereka yang mati kini hidup kembali dan siap menggerogoti kembali negeri ini dan membuat sengsara rakyat pekerja Indonesia.

Zombie ini bukan hanya para pengusaha gelap, pihak militer pun tak mau kehilangan tajinya. Meski kekuasaan militer tak lagi sebebas dulu, nyatanya militer masih mempunyai peranan penting dalam menjaga stabilitas. Maka tak heran, butuh restu dari militer untuk seseorang menjadi penguasa di negeri ini. Akibatnya, setelah seseorang berkuasa berkat restu militer maka kompensasi politik atau ekonomi akan mereka berikan pada pihak militer. Sekali lagi, pola-pola kekuasaan di Orde Baru berulang. Selain itu, zombie-zombie militer ini mewujud juga dalam diri para pensiunan militer yang berkontestasi dalam Pemilu Presiden nanti. Sebut saja zombie Prabowo, zombie Wiranto, dan zombie-zombie lainnya adalah beberapa contohnya.

Kebangkitan zombie-zombie ini juga diperparah dengan semakin gencarnya konstruksi pemikiran di masyarakat yang menyatakan bahwa zaman Orde Baru yang otoritarian itu lebih baik dari masa sekarang. Orang-orang yang termakan ilusi tersebut (atau memang dengan sadar menceburkan diri dalam ilusi tersebut?) lupa dibalik “kenyamanan” Orde Baru ada siksa yang begitu nyata. Tentu, sekali lagi, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya mereka yang termakan ilusi tersebut, toh kekecewaan mereka juga tak lepas dari kinerja pemerintah yang tak memberi hasil yang cukup nyata. Wajar saja, dibalik pemerintah kita masa bersemayam zombie dari masa lalu. Oleh karena itu, mari kita lupakan Orde Baru dan mengepalkan tangan untuk melawan kembalinya zombie-zombie ini dari kuburannya sambil terus menerus melawan ilusi bahwa Orde Baru lebih baik dari hari ini.


Tak ada yang perlu dirindukan dari Orde Baru, sebab setiap kenyamanannya adalah ilusi dan dibaliknya ada zombie yang siap menggeroti serta membuat bangsa kita tersiksa kembali. Maka, jangan bunuh imajinasi kita dengan pesimisme dan ilusi dari Orde Baru. Mari kita curahkan pikiran dan kerja-kerja kita seutuhnya untuk kehidupan yang lebih baik dan benar-benar baru di masa depan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar