Rabu, 19 November 2014

Pernyataan Sikap SEMAR UI: Batalkan Kenaikan Harga BBM, Wujudkan Pemerintahan yang pro Rakyat!

PERNYATAAN SIKAP SERIKAT MAHASISWA PROGRESIF
UNIVERSITAS INDONESIA
No. 2/PS/XI/2014
Batalkan Kenaikan Harga BBM, Wujudkan Pemerintahan yang pro Rakyat!

Beberapa minggu terakhir, isu kenaikan harga BBM kembali menghangat. Isu ini terakhir menjadi perhatian publik dan menimbulkan perlawanan rakyat di berbagai daerah pada bulan Maret 2012 dan Juni 2013. Pemerintah baru Jokowi saat ini menaikan harga BBM kembali. Saat ini, pemerintah menggunakan dalih yang sama, yaitu bahwa jumlah subsidi yang dianggarkan untuk konsumsi BBM telah membengkak, sehingga efeknya membebani APBN.

Dalam beberapa kali pernyataannya, Pemerintah berusaha meyakinkan masyarakat bahwa menaikan harga BBM adalah pilihan sulit, namun harus dilakukan. Kondisi tersebut dilakukan dengan dalih untuk melakukan penyelamatan anggaran. Bila dibandingkan dengan tahun lalu, dan beberapa tahun sebelumnya, alasan yang dipakai Pemerintah selalu sama, yaitu dilakukan untuk menyelamatkan anggaran APBN. Beban subsidi BBM yang semakin berat dikatakan membuat APBN kita “tercekik” sehingga solusinya adalah pencabutan subsidi BBM. Dengan demikian, konsekuensi real yang akan terjadi adalah harga BBM harus naik. Permasalahan yang terjadi tiap tahun pasti sama seperti itu. Padahal, APBN terbebani bukan karena subsidi melainkan oleh korupsi, kebocoran anggaran, dan biaya birokrasi yang tidak rasional.
           
Rencana Pemerintah untuk menaikan harga BBM ini benar-benar tak melihat realitas di masyarakat. Sebagai anchor price, kenaikan harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi) barang dan jasa, terutama pangan, dan yang paling menerima imbasnya adalah rakyat miskin yang akan terancam daya beli dan kebutuhan dasarnya seperti, pendidikan, kesehatan, dan pangan. Di sisi lain, Pemerintah juga menerapkan upah murah bagi pekerja. Sehingga, imbasnya pasti akan menjadikan rakyat semakin terjepit hidupnya.

Pemerintah juga beralasan bahwa dana subsidi BBM akan dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, misalnya jalan dan tol. Namun alasan tersebut hanya menjadi dalih atas proyek mafia infrastruktur dan upaya untuk mendorong investor asing. Sementara itu, pembangunan infrastruktur itu belum tentu akan berdampak pada masyarakat kecil, sebagaimana pembangunan jalan tol dan pelabuhan-pelabuhan besar hanya dinikmati oleh segelintir orang bukan, misalnya nelayan. Selain itu, pembangunan jalan dan tol pada dasarnya merupakan akomodasi atas kepentingan industri otomotif yang, dengan jelas, tidak dapat diakses oleh masyarakat kecil. Sementara industri otomotif tidak dapat dikontrol lajunya, maka penghematan atas konsumsi BBM hanya menjadi dalih belaka. Selain itu, argumen soal perbaikan transportasi publik juga menjadi tidak relevan ketika industri otomotif tidak dikontrol.

Pemerintah menyatakan bahwa subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran. Menurutnya, kelas menengah ke atas yang menikmatinya, sedangkan masyarakat kelas menengah ke bawah justru sedikit yang menikmatinya. Keadaan ini selain tak tepat sasaran, juga membuat konsumsi BBM melonjak. Oleh karena itu, subsidi untuk BBM harus dicabut dan dialokasikan pada kebijakan lain yang lebih baik. Dengan demikian, konsumsi BBM diasumsikan dapat dikurangi.

Dalam hal ini, terjadi kecacatan logika dalam pikiran Pemerintah. Saat subsidi dicabut, kelompok yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Bukan kelas menegah ke atas, dan kondisi tersebut tidak mengurangi konsumsi BBM. Hal ini karena kurva permintaan BBM adalah inelastis sehingga melonjaknya harga BBM tidak signifikan mengurangi konsumsi BBM, Justru rakyat miskin akan semakin terbebani karena tetap harus membeli BBM untuk keperluan sehari-hari, sehingga mengorbankan kebutuhan dasarnya yang lain. Padahal, kelompok tersebut adalah mayoritas di negeri ini.       

Sebenarnya, permasalahan harga BBM ini adalah puncak gunung es dari permasalahan regulasi Migas di Indonesia sejak era reformasi, sejak dirancangnya UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi menggantikan UU No. 44/Prp/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, yang menjustifikasi lepasnya penguasaan negara atas sektor migas. Hal ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Rencana kebijakan pengurangan subsidi BBM bukan berdasar strategi industri nasional melainkan dilakukan untuk kepentingan pasar dan modal. Di sisi lain, pola relasi kekuasaan yang terjalin di sekitar pengelolaan Migas berbasis pada kekuasaan yang oligarkis. Kekuasaan oligarkis ini dapat dipahami dalam bahasa awam denngan bentuk Mafia Migas. Sehingga persoalan liberalisasi migas berkelit kelindan dengan kekuasaan yang oligarkis. Itulah yang menyebabkan pengelolaan migas di Indonesia tidak melibatkan dan bertujuan untuk melayani publik.

Kondisi demikian terjadi karena rezim Jokowi saat ini tidak terlepas dari kerangka ekonomi politik Neo-liberal yang berusaha meliberalisasi sektor Migas, melepaskan tanggung jawab negara terhadap rakyat dengan memotong biaya-biaya sosial, termasuk subsidi BBM, dan menjadikan kebebasan pasar sebagai berhalanya. Selain itu, itu membuktikan bahwa kekuasaan Jokowi, walaupun terlihat populis, sebenarnya tidak terlepas dari kekuasaan yang oligarkis. Hal ini telah disadari sejak pencalonan Jokowi-JK dalam pemilihan Presiden. Untuk itu, ke depan, demi mendapatkan masa depan yang lebih baik, gerakan sosial harus memiliki kekuatan politiknya sendiri, yang menjadi alternatif bagi Neoliberalisme dan Oligarki di Indonesia.

Dengan demikian, Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia (SEMAR UI) menyatakan untuk MENOLAK DAN MELAWAN KENAIKAN HARGA BBM dengan alasan di atas. Melalui pernyataan sikap ini, Kami MENUNTUT Kepada Pemerintah untuk:

1.      BATALKAN kenaikan Harga BBM pada tahun ini!
2.      PERBAIKI Regulasi pengelolaan Migas yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945!
3.      BERANTAS Mafia di dalam pengelolaan Migas di indonesia!
4.   ADAKAN dengan SEGERA jejaring perlindungan sosial tanpa iuran demi pemenuhan tanggung jawab negara terhadap hak-hak EKOSOB masyarakat!
5. WUJUDKAN Pemerintahan yang PRO-RAKYAT, dan TOLAK Sistem NEO-LIBERAL di Indonesia!

Depok, 19 Nopember 2014

Contact Person:
Dicky D. Ananta (085790499259), Bayu Baskoro (081584757350)
@SEMARUI,
serikatmahasiswaprogresif.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar