Senin, 14 Juli 2014

Analisa Sistem Birokrasi Yang Akan Dijalankan Pemerintahan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa Ketika Menjadi Presiden

Oleh: Alvian Sagandhi, Anggota SEMAR UI

Pemilihan Umum 2014 untuk menentukan calon presiden dan wakil presiden Indonesia telah dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Calon presiden dan wakil presiden yang terpilih untuk bertarung memperebutkan kursi RI 1 terdiri atas calon pasangan nomor urut 1 yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan calon pasangan nomor urut 2 yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla. Calon Presiden/Wakil Presiden Prabowo-Hatta diusung oleh koalisi Partai Gerindra, Golkar, PPP, PAN, PKS dan, pada akhirnya, Partai Demokrat. Sedangkan Jokowi-JK diusung Partai PDI-P, PKB, Hanura, Nasdem, PBB dan PKPI. Masing-masing calon memiliki program kerja dan visi misi masing-masing. Dari rangkaian program kerja dan visi-misi para calon, dapat dianalisa apakah yang akan dibawa dan dijalankan oleh masing-masing calon ketika kelak memimpin republik. Pada penulisan kali ini, penulis akan menganalisis bentuk sistem birokrasi yang akan dibawa oleh Calon Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Melihat kebijakan-kebijakan yang akan dibawa oleh calon presiden nomor urut satu tersebut, sungguh menarik untuk dibahas dalam penulisan kali ini.

Selama ini Prabowo selalu menonjolkan diri sebagai sosok nasionalis yang ingin mengembalikan kejayaan kembali Indonesia sebagai Macan Asia.[i] Meskipun demikian, Prabowo Subianto juga diserang terkait latar belakangnya di dunia militer yang dikenal publik sebagai salah satu pelanggar HAM berat di masa lalu. Tercatat bahwa Prabowo Subianto dikaitkan dengan Pelanggaran HAM berat di Timor-Timur 1983-1984 hingga penculikan paksa aktivis prodemokrasi periode 1997-1998.

Ambisi membawa Indonesia menjadi Macan Asia dengan diiringi oleh latar belakang sebagai pelanggar HAM berat di masa lalu menjadi corak warna kepemimpinan calon presiden Prabowo di masa depan kelak. Apakah Prabowo-Hatta akan sukses membawa Indonesia menuju kesejahteraan bagi bangsa Indonesia, atau justru menyebabkan permasalahan lain bagi republik dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang dilakukannya? Hal itu yang juga akan menjadi kesimpulan analisa sesuai dengan arah kebijakan dan program kerja yang akan dijalan kelak.

Pengertian Birokrasi

Secara istilah, asal mula kata birokrasi adalah bureau yang artinya kantor dan cracy yang artinya pemerintahan. Istilah birokrasi pertamakali diperkenalkan oleh Max Weber, seorang ahli sosiologi Jerman. Secara sederhana, pengertian birokrasi adalah sebuah struktur organisasi yang memiliki ciri-ciri harus mengikuti tata prosedur pembagian tanggung jawab, adanya jenjang (hirarki), serta adanya hubungan yang sifatnya impersonal. Dalam pengertian umum, birokrasi adalah kekuasaan kantor. Dalam hal ini birokrasi dapat diartikan organisasi pemerintahan, melalui kantor-kantor yang dibentuknya sehingga pemerintah dapat menjalankan roda pemerintahan. Namun, selain organisasi pemerintah, birokrasi juga dapat diterapkan pada organisasi non pemerintah.[ii]

Visi Misi Prabowo-Hatta

Dalam data yang dilansir kpu.go.id[iii], pasangan ini memiliki visi “Membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta bermartabat.” Oleh karena itu Prabowo-Hatta akan mengemban misi sebagai berikut:

1. Mewujudkan Negara Kesatuan RI yang aman, stabil, sejahtera, demokratis, dan berdaulat, serta berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia, serta konsisten melaksanakan Pancasila, dan UUD
2. Mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, berkerakyatan, mandiri
3. Mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial, dengan sumber daya manusia yang berakhlak, berbudaya luhur, berkualitas tinggi, sehat, cerdas, terampil.

Untuk merealisasikan visi dan misi tersebut, Prabowo-Hatta akan melaksanakan “Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia”. Di dalam agenda program kerja tersebut dibahas mengenai pembangunan perekonomian yang kuat, berdaulat, adil dan makmur, melaksanakan ekonomi kerakyatan, membangun kembali kedaulatan pangan, energi dan sumber daya alam, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan melaksanakan reformasi pendidikan, meningkatkan kualitas pembangunan sosial melalui program kesehatan, sosial, agama, budaya dan olahraga, mempercepat pembangunan infrastruktur, menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup dan membangun pemerintahan yang melindungi rakyat, bebas korupsi dan efektif melayani.

Agenda Pemerintahan dan Birokrasi Prabowo-Hatta

Di dalam poin pemerintahan dan birokrasi, pasangan Prabowo Hatta menjabarkan agenda-agendanya dengan 10 poin tindak nyata. Agenda yang dicanangkan antara lain; Melindungi rakyat dari berbagai bentuk diskriminasi, gangguan dan ancaman, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, sesuai dengan sila-sila Pancasila dan UUD 1945; Mempercepat peningkatan kesejahteraan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk mencapai sistem birokrasi efisien dan melayani dengan sistem insentif dan hukuman yang efektif; Menciptakan kepastian dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan seadil-adilnya; Mencegah dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dengan menerapkan manajemen terbuka dan akuntabel; memperkuat peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menambah tenaga penyidik dan fasilitas penyelidikan; dan penguatan peranan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi secara sinergis; Melaksanakan pemangkasan rantai dan proses birokrasi yang berbelit-belit dan berpotensi menjadi sumber KKN di semua tingkat dan sektor pemerintahan; Meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI/Polri, pegawai negeri sipil dan keluarganyta termasuk para veteran dan pensiunan; Memperkuat TNI dan Polri secara kelembagaan, personel dan peralatan dalam menjaga integritas teritorial NKRI, serta menjalankan tugas-tugas pertahanan, keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diatur oleh peraturan perundang-undangan; Menempatkan 30% perempuan dalam posisi menteri dan/atau pejabat setingkat menteri serta mendorong kedudukan strategis lainnya bagi perempuan pada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota; Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan melalui peninjauan rencana dan penajaman kembali pemekaran daerah administrasi yang didasarkan pada penelitian mendalam tentang rentang kendali optimal bagi sebuah Negara kepulauan yang sangat luas; Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif, tegas dalam melindungi kepentingan nasional dan menjaga keselamatan rakyat Indonesia di seluruh dunia, dan meningkatkan peran serta Indonesia dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.

Analisa Sifat Birokrasi Prabowo-Hatta

Calon Presiden/ Wakil Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa didukung oleh koalisi-koalisi partai yang terdiri atas Partai Gerindra, Golkar, PAN, PPP dan PKS. Koalisi partai-partai yang dikenal sebagai Koalisi Merah Putih tersebut memiliki berberapa sifat yang dapat dianalisa apa yang menjadi sifat koalisi ini di dalam birokrasi dan pemerintahan. Partai Gerindra dalam Manifesto Partai Gerindra dekat dengan frasa ekonomi kerakyatan, sehingga timbul kesan bila Gerindra adalah partai yang pro-rakyat dengan memperjuangkan paham ekonomi kerakyatan di Indonesia.[iv]

Fenomena yang menarik adalah Prabowo juga mendapat dukungan dari ormas-ormas seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Pemuda Pancasila (PP).[v] FPI dikenal oleh masyarakat karena kerapkali memicu aksi kekerasan dengan dalih kemurnian agama. Dengan tudingan fasisme Prabowo dan Gerindra mengenai pemurnian ajaran agama, maka FPI kelak akan mendapatkan justifikasi untuk melakukan kekerasan terhadap sekte-sekte atau ajaran tertentu yang berbeda dengan akaran agama resmi pemerintah dengan dalih kemurnian agama. Selain dari FPI, Prabowo juga mendapat dukungan dari ormas Pemuda Pancasila (PP). Ormas ini juga kerap kali terlibat kasus kekerasan dan dicap sebagai ormas para preman dan terkenal sepak terjangnya dalam pembantaian orang-orang yang dituduh komunis atau anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam geger prahara pembantaian pasca Gerakan 30 September 1965.[vi]

Selanjutnya yang mendapat keuntungan dari menguatnya ajaran permunian agama dengan justifikasi kekerasan adalah partai-partai fundamental agama. Ajaran permunian agama tersebut juga ditopang dengan bergabungnya partai-partai Islam yang merapat ke kubu Prabowo-Hatta. Tercatat partai-partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Partai Amanat Nasional (PAN), serta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang beraliran Tarbiyah, menjadi pendukung koalisi Prabowo-Hatta. Partai-partai fundamental agama tersebut tentu saja menginginkan kepentingan ajaran agamanya dan menentang bid’ah-bid’ah yang mengatasnamakan agama. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Setara Institute, tercatat 3 partai fundamentalis agama tersebut berada di titik terbawah partai yang paling tidak konsisten dan tidak komitmen dalam mendukung kebebasan beragama (PPP dan PAN hanya memperoleh 1% sedangkan PKS mendekam di dasar dengan perolehan 0%).[vii]

Dalam kasus penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, misalnya, Suryadharma Ali, Ketua Umum PPP yang juga menjabat menteri agama RI, bukannya mengutuk pelaku tindakan kekerasan brutal tersebut, malah menyalahkan korban yakni pengikut Ahmadiyah. Menurut Suryadharma, tindakan paling baik untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah di seluruh Indonesia adalah dengan memaksa pengikut Ahmadiyah untuk meninggalkan ajarannya yang mengatasnamakan Islam dan menggantinya menjadi aliran kepercayaan saja.[viii]

Tindakan diskriminatif ini juga dilakukan oleh Ahmad Heryawan gubernur Jawa Barat, anggota MUI sekaligus politisi PKS, yang mengeluarkan dekrit pada 2 Maret 2011, yang isinya adalah melarang “seluruh aktivitas dakwah Ahmadiyah di wilayahnya.” Akibatnya, pengikut Ahmadiyah kerapkali menghadapi intimidasi dan tindak kekerasan oleh kelompok-kelompok Islamis.[ix] Ahmad Heryawan dalam pertarungan memenangkan kursi gubernur Jawa Barat untuk kedua kalinya pada Februari 2013, menandatangani kesepakatan kerjasama dengan FPI untuk ‘meluncurkan Peraturan Gubernur yang bernuansa Syari’at Islam serta mengoptimalkan Pergub tentang pelarangan Ahmadiyah.[x]

Jelas partai-partai fundamental agama ini menerapkan diskrimainasi dan justifikasi kekerasan terhadap kepercayaan yang dianggap sesat dan menganjurkan pemurnian agama sebagai satu-satunya cara mengakhiri permasalahan tersebut. Dengan didukung oleh kompatriotnya yang beraliran “nasionalis” (namun cenderung ke arah fasis), maka partai fundamental agama ini dapat melakukan keinginannya untuk menghancurkan ajaran-ajaran sesat dengan dalih agama. Tindakan penghancuran ajaran sesat itu turut pula didukung oleh ormas-ormas keagamaan yang kerapkali melancarkan sejumlah aksi kekerasan terhadap pengikut ajaran tertentu. Dengan demikian sifat yang dapat terlihat di dalam koalisi ini dapat dikatakan sebagai fasisme-fundamentalis agama.

Satu lagi yang tidak boleh dilupakan adalah bergabungnya Golkar ke dalam koalisi fasisme-fundamentalis agama ala Prabowo-Hatta. Golkar selama Pemilu 2014 selalu membawa-bawa romantisme masa Orde Baru agar dapat kembali dirasakan oleh masyarakat.[xi] meskipun mengalami tingkat kesejahteraan yang meningkat, namun Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto melakukan berbagai pelanggaran-pelanggaran HAM berat di masa lalu. Pembangunan ekonomi dapat dijalankan dengan stabilitas politik, sehingga lawan politik yang bersebrangan dengan pemerintah dihancurkan dan rakyat dibungkam mengenai pemahaman politik demi terciptanya stabilisasi di bidang politik dan mengarah kepada pembangunan ekonomi. Orde Baru dijalankan dengan penuh otoriterianisme yang menggunakan kekuatan militer represif sehingga menghancurkan gerakan rakyat yang ingin melawan pemerintah Orde Baru. Impian Golkar untuk mengembalikan nostalgia masa Orde Baru dapat tercapai dengan bergabungnya Golkar dengan koalisi pendukung Prabowo-Hatta.

Analisa Bentuk Birokrasi Prabowo-Hatta

Melihat kemungkinan sifat birokrasi yang terdapat di dalam kubu Prabowo-Hatta, maka bentuk dari birokrasi yang akan dijalankan hampir serupa dengan birokrasi pada masa Orde Baru. Sentralistik digunakan untuk dapat mengontrol kebijakan dan stabilitas politik. Selain itu, penggunaan militer sebagai kendaraan birokrasi layaknya pada masa Orde Baru juga dimungkinkan. Stabilitas politik yang dicanangkan diimplementasikan ke dalam bentuk teror untuk merepresif kekuatan rakyat yang ingin melawan. Mengingat koalisi Prabowo-Hatta juga didukung oleh ormas-ormas yang kerapkali melakukan kekerasan dan mendapat justifikasi dalam koalisi fasisme-fundamentalis agama Prabowo-Hatta, sungguh besar kemungkinan hal itu bakal terjadi kelak di dalam pemerintahan Prabowo-Hatta.

Birokrasi patrimonial ala Soeharto dapat dijalankan pula dengan cara menggunakan para birokrat yang mengurusi negara ini untuk mengurusi apa maunya pemerintah saja. fungsi birokrasi pada saat itu tidak lagi menunduk ke bawah dan memperhatikan kepentingan masyarakat yang ada, namun birokrasi yang ada melihat ke atas, dan perintah dari atasan adalah segalanya, dan sudah jelas bahwa segala peraturan yang ada tidak lebih adalah keterlibatan politik di dalamnya, sehingga konsesus yang menjemukan pun tercipta. Keberadaan birokrasi yang seperti inilah yang dinamakan birokrasi patrimonial.

Di dalam birokrasi patrimonial, pembagian kerja dan tugas tersebut tidak jelas. Hubungan atasan-bawahan bersifat personal, tidak membedakan milik publik dan pribadi, serta loyalitas kepada orang yang memegang jabatan di atasnya. Perekrutan didasarkan pada hubungan keluarga, perkoncoan, dan parpol. Demikian pula penempatan seseorang pada jabatan tertentu. Wujudnya menjadi mirip hubungan patron-klien di desa, yang diperluas menjadi KKN dalam jajaran birokrasi. Salah satu contohnya adalah lahirnya kapitalis kroni.[xii]

Platform Gerindra yang juga menjadi arah perjuangan Koalisi Merah-Putih, menyiratkan adanya kerinduan akan masa Orde Baru dan pola totalitarianismenya. Pola ini tidak memungkinkan adanya tafsir yang beragam, meminimkan peran agama, dan deideologisasi partai politik.  Namun, berbeda dengan totalitarianisme ala Soeharto yang dibangun di atas budaya feodal Jawa, Koalisi Merah-Putih ini menampilkan wajah Orde Baru dengan justifikasi agama.[xiii] Totalitarianisme dengan justifikasi agama lebih mengerikan. Intinya, semua tindakan perlawanan terhadap kebijakan negara akan dianggap sebagai tindakan anti-agama. Kelompok-kelompok yang mengkritisi pemerintah akan dituduh sebagai kafir atau melakukan penodaan terhadap agama. Pemerintah tinggal minta kepada pemuka agama untuk membenarkan tindakan pemerintah itu. Dengan begitu, negara akan menjadi lebih represif lagi.

Analisa Subtansi Birokrasi Prabowo-Hatta

Menelisik mengenai agenda yang akan dibawa dalam bidang birokrasi oleh pasangan Prabowo-Hatta, dapat dianalisa berbagai ketidakcocokan antara agenda yang dibawa dengan sifat maupun bentuk yang sudah dianalisa sebelumnya. Seperti agenda pertama untuk melindungi rakyat dari berbagai bentuk diskriminasi, gangguan dan ancaman. Jika melihat kepada sifat dari koalisi Prabowo-Hatta yang bercorak fasisme-fundamentalis agama, maka diskriminasi merupakan hal yang lumrah untuk dilakukan, terutama terhadap jemaah maupun masyarakat yang dianggap bid’ah atau sesat. Selain itu terdapat juga agenda untuk peningkatan kesejahteraan aparatur negara dan reformasi birokrasi demi pemberantas KKN dan birokrasi yang berbelit-belit, hal tersebut sangat sulit untuk dapat direalisasikan oleh pasangan Prabowo-Hatta. Jika melihat analisa sebelumnya yang menyatakan bahwa birokrasi patrimonial yang akan dijalankan laiknya pada masa Orde Baru, sangat sulit untuk menjalankan reformasi birokrasi di dalam pemerintahan.

Mengenai peningkatan kesejahteraan aparatur negara, sungguh hal yang kontradiktif bila mengetahui bahwa sebanyak 600-an karyawan PT Kertas Nusantara milik Prabowo Subianto di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menuntut gaji yang belum terbayarkan sejak lima bulan lalu.[xiv] Penegakkan hukum yang tanpa pandang bulu dan seadil-adilnya juga terlihat hanya sebagai retorika saja. Dengan tindakan diskriminatif dan menjustifikasikan kekerasan atas nama stabilitas politik, maka agenda dalam kerja nyata Prabowo-Hatta patut dipertanyakan kembali.

Melihat kontradiksi antara agenda dan tindak nyata yang dilakukan oleh Prabowo-Hatta dengan kenyataan fakta yang terjadi di lapangan, maka agenda dan program kerja dalam bidang pemerintahan dan birokrasi dapat dikatakan sebagai normatif. Substansi dari agenda birokrasi yang dijalankan justru hanya merupakan retorika tanpa upaya untuk mendukung klaim tersebut.

Kesimpulan

Dari analisa yang telah dilakukan, maka terlihat sifat-sifat fasisme-fundamental agama dalam pemerintahan Calon Presiden/Wakil Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan Koalisi Merah Putih yang terdiri atas Partai Gerindra, Golkar, PPP, PAN dan PKS. Sifat yang dimunculkan seolah-olah pasangan ini bersifat nasionalis-sosialis, namun nyatanya hal tersebut hanya tampilan di permukaan saja sebelum fasisme-fundamentalis agama muncul dan merepresi masyarakat yang melawan atau berbeda ajaran dengan pemerintah.

Bentuk birokrasi yang cenderung akan membawa kembali Indonesia ke masa Orde Baru juga dihembuskan oleh Prabowo-Hatta demi terciptanya stabilitas politik dan kebijakan-kebijakan pemerintah dapat dijalankan sesua dengan kehendak dari pemerintah/atasan. Kelompok-kelompok yang melawan akan dihabisi oleh militer sebagai alat kendaraan pemerintah. Harapan-harapan yang tertulis di dalam agenda kerja nyata Prabowo-Hatta setelah dianalisa rupanya tetap hanya harapan saja tanpa ada tindak nyata, sebab isinya bersifat normatif dan penuh dengan retorika belaka.

Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat diambil dari analisa yang sudah dijabarkan adalah bahwa Calon Presiden/Wakil Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tidak akan membawa Indonesia menuju kesejahteraan masyarakat, melainkan akan menimbulkan permasalahan lain seperti tindak kekerasan akan meningkat hingga menyebabkan pelanggaran-pelanggaran HAM. Mengenai pelanggaran HAM, Prabowo Subianto tentu sudah tidak asing lagi dengan hal tersebut karena Prabowo Subianto semasa berkarir di dunia militer terkait dengan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu seperti Pembantaian di Timor-Timur 1983-1984, penculikan paksa aktivis prodemokrasi periode 1997-1998 yang terkenal dengan Tim Mawar, hingga kerusuhan Mei 1998. Belum lagi dengan upaya penegakkan hukum yang lemah menyangkut kasus anak Hatta Rajasa dalam tabrakan mobil yang menewaskan dua orang dan lima orang terluka di Jalan tol Jagorawi tahun 2013 silam[xv]. Upaya penegakkan hukum merupakan suatu jaminan yang sulit untuk direalisasikan, bahkan dapat dibeli oleh yang berkuasa.

Melihat sifat fasisme-fundamentalis agama yang menjustifikasi kekerasan dengan dalih permunian ajaran agama serta penggunaan kekuatan militer demi terciptanya stabilitas politik, maka bukan tidak mungkin bahwa kekerasan pelanggaran HAM berat akan terjadi lagi di Indonesia pada masa pemerintahan Prabowo-Hatta kelak. Semoga saja hasil analisa ini  dapat menjadi bahan peringatan bagi mereka yang bersebrangan dengan Prabowo dan para kliennya. Kalau Prabowo dinyatakan menang pada 22 Juli nanti, bersiaplah mencari tempat aman, agar tidak mudah diculik!


[i] A.Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, Penerbit Narasi, 2009, hlm.119
[ii] Martin Albrow, Birokrasi, PT. Tiara Wacana Yogya, 1989, hlm.2
[iii] http://www.kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_prabowo-Hatta.pdf (Diakses pada tangggal 4 Juni 2014 pukul 12.27 WIB)
[iv] Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, hlm.14
[vi] Mengenai aksi Pemuda Pancasila dalam pembantaian pasca G 30 S dapat disaksikan dalam film dokumenter The Act of Killings/ Jagal karya sutradara Joshua Oppenheimer
[vii] http://politik.rmol.co/read/2014/04/01/149450/Setara-Institute-Aniaya-PKS- (Diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 21.12 WIB)
[ix] Human Rights Watch, In Religion’s Name Abuses against Religious Minorities in Indonesia, 2013, hlm.64
[xii] http://antikorupsi.org/en/content/korupsi-dan-birokrasi-neo-patrimonial (Diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 22.02 WIB)
[xv] http://www.indonesiamedia.com/2013/04/02/semua-sama-di-muka-hukum-kecuali-anak-hatta (Diakses psada tanggal 5 Juni 2014 pukul 00.35 WIB)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar